
Jember-SUARAKAWAN.COM: Doni, salah seorang saksi digiring dan terkesan ‘dipaksa’ untuk mengaku sebagai penggugat dalam sidang PTUN di kasus penggusuran sepihak PT KAI Jember. Akibatnya, pengacara warga Jalan Mawar, protes dan bersitegang dengan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jember saat sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, beberapa waktu lalu.
Di tengah ratusan warga Jalan Mawar, Kelurahan Jember Lor, perjuangkan hak-nya atas kesewenang-wenangan PT KAI Daops 9 Jember, Doni, salah satu saksi terkesan ‘dipaksa’ oleh Hakim Dina Pelita Asmara untuk mengaku turut sebagai penggugat dalam sidang PTUN sebelumya. Padahal, Doni memberikan keterangan jika dirinya hanya ikut saja dalam sidang PTUN di Surabaya tersebut.
Bahkan, situasi semakin memanas ketika Ketua Tim Hukum Warga Jalan Mawar, Agung Silo Widodo Basuki SH MH menyatakan keberatan atas sikap Hakim Dina kepada saksi Doni. Apalagi, kehadiran Doni di Surabaya dalam kasus serupa hanya berkapasitas memberikan dukungan moral. Bukan sebagai saksi maupun pihak penggugat.
“Memang dari sisi hukum Bu Hakim menggiring saya ke lain-lain. Tetapi saya tetap konsisten untuk hadir dalam sidang gugatan warga ke PT KAI di Surabaya. Meskipun saya saksi juga bukan,” ujar Doni kepada awak media.
Doni mengatakan, keikutsertaan dirinya dalam kasus tersebut lantaran merasa senasib dan seperjuangan, sebagai warga negara yang sama-sama di dholimi oleh PT KAI. Bahkan, Doni menyebut jika PT KAI merupakan kapitalis dengan melakukan penggusuran sepihak.
“Saya merasa senasib sepenanggungan dengan mereka (korban PT KAI). Karena saya nanti juga seperti ini. Tinggal menunggu waktu saja. Saya bertanggungjawab membela karena saya tahu, semua hanya diisi oleh opini-opini KAI. Itu kapitalis,” terang mantan Ketua RW Kelurahan Jember Lor ini.

Selain itu, Doni juga menyoroti tindakan aparat kepolisian dan TNI, yang terkesan berpihak ke PT KAI dan tak melindungi rakyat kecil saat terjadi penggusuran sepihak. “Kala itu pemikiran saya cuma satu, mereka meyakini opini PT KAI dengan dasar sertifikat SH GB. Mereka mengawal berdasarkan SHGB itu dan seolah-olah sudah inkrahct (berkekuatan hukum tetap), padahal ini masih digugat di pengadilan,” jelasnya.
Doni berharap agar hukum di Indonesia benar-benar ditegakan. “Kita negara hukum, yang benar katakan benar dan yang salah katakan salah. Itu pesan saya untuk aparat penegak hukum,” urai Doni.
Ketua Tim Hukum Warga Jalan Mawar, Agung Silo Widodo Basuki SH MH ketika dikonfirmasi JatimTerkini.Com membenarkan adanya bersitegang dengan salah seorang hakim. Menurut Agung, perdebatan itu muncul setelah saksi Doni ditanya oleh pengacara tergugat 1 dari PT KAI, apakah saksi ikut dalam gugatan PTUN sebelumnya?
“Saat itu, Pak Doni bilang ikut. Ya ikut aja,” tandas Agung.
Kemudian, Hakim Dina disebut-sebut berusaha menggiring saksi Doni untuk memberikan jawaban ikut sebagai penggugat. “Saya sebagai kuasa penggugat menyampaikan, kalau jawaban saksi sudah jelas ikut saja maka jangan dipaksa untuk menyampaikan sesuatu yang lebih dari apa yang sudah disampaikan,” kata Agung.

Dalam persidangan tersebut, menurut Agung, kejanggalan yang terlihat ialah hakim seolah-olah mengarahkan dan menggiring saksi untuk mengakui sebagai penggugat dalam sidang PTUN sebelumnya. “Disitulah saya keberatan, kalau mengarahkan jawaban seperti itu. Saksi jangan diarahkan atau digiring sebagai penggugat di PTUN,” tegasnya.
Lebih lanjut Agung memaparkan, jika kehadiran saksi dalam sidang tersebut akan menguatkan pada gugatan PMH (Perbuatan Melawan Hukum). Apalagi proses eksekusi yang dilakukan oleh PT KAI dinilai gak mempunyai landasan hukum, bahkan tidak ada putusan dari pengadilan. “Saksi (Doni) menerangkan seperti itu karena saksi berada di lokasi saat terjadi eksekusi sepihak olen PT KAI,” tambahnya.
Seperti diketahui, sejarah perkeretaapian di Indonesia pada zaman Belanda dimulai sejak tahun 1864. Pembangunan jalur kereta api pertama dilakukan oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Pembangunan jalur kereta api pertama dilakukan dari Semarang ke Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta) sepanjang 26 kilometer.
Tujuan awal pembangunan dan pengoperasian kereta api adalah sebagai angkutan massal untuk mengangkut komoditas yang laku di pasaran dunia.
Sementara, perusahaan kereta api Hindia Belanda adalah Staatsspoorwegen (SS) yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Hindia Belanda. Dan, pesaing dari SS adalah NIS, yang kantor pusatnya berada di Semarang, yang sekarang menjadi Lawang Sewu.
Dari pembangunan angkutan kereta api itu, para pekerja akhirnya membangun rumah-rumah hingga menjadi perkampungan di lokasi yang tak jauh dari perusahaan perkertaapian. Dan perkampungan milik para pekerja perkeretaapian tersebut masuk dalam grondkaart (peta zaman Belanda). Dari dasar grondkaart itulah PT KAI mengklaim jika tanah milik para pekerja tersebut merupakan milik dari PT KAI.
Padahal dalil tersebut dinilai sudah tidak relevan lagi. Bahkan, bertentangan dengan UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar dan Pokok-pokok Agraria. (Redaksi)