SuaraKawan.com
Opini - Politik

Potensi Korupsi Adalah Keniscayaan, Kawal Penggunaan Anggaran Dakel

Jika potensi korupsi dana kelurahan (dakel) adalah sebuah keniscayaan, maka mengawal penggunaan anggaran adalah kewajiban. Bayangkan, perkiraan perencanaan masing-masing kelurahan akan mendapatkan 3,5 M sampai 4 M anggaran. Yang menurut saya besar, dan celah potensi dugaan korupsi ada ketika tanpa sebuah perencanaan yang matang.

Menindaklanjuti PP nomor 17 tahun 2018 dan Permendagri nomor 130 tahun 2018 serta Perpres nomor 18 tahun 2018, pemerintah Kota Surabaya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2022 sudah mengalokasikan anggaran dana untuk setiap kelurahan. Pagu dakel tahun ini mencapai Rp. 437.239.261.262.

Akan tetapi, pantauan dan keluhan warga yang saya dengar hingga saat ini dana tersebut masih mengalami kerancuan dalam realisasinya. Karena masalah yang muncul sangat kompleks, perubahan spek barang tidak sesuai kualitas. Standar barang dan jasa yang tidak masuk akal, membuat penyedia susah mewujudkannya. Sehingga, kebutuhan menjadi teranulir.

Selain itu, menurut saya, juga belum terbitkannya Peraturan Walikota (Perwali) tentang dana kelurahan sampai pada mekanisme pengelolaan dana (juklak juknis). Meski, saya sudah mencari perwali terkait perihal tersebut masih belum menemukan juga. Atau mungkin juga, Mbah Gugel belum berpihak kepada saya untuk mengkritisi dakel. Bisa jadi!

Kelurahan adalah kuasa pengguna anggaran (KPA), artinya Kelurahan memiliki kewenangan dalam penggunaan dana kelurahan. Hal ini jelas tersurat dalam PP nomor 17 Tahun 2018. Tapi tunggu, intepretasi saya, kuasa bukan menguasai penggunaan anggaran. Tidak sama dengan kewenangan menggunakan anggaran saenak udele Dewe.

Berdasarkan, Pasal 30 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan. Bahwa mekanisme pemanfaatan dakel diutamakan melalui swakelola yang melibatkan kelompok masyarakat atau organisasi masyarakat.

Maka harus melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa sesuai dengan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Camat juga tidak memiliki kewenangan karena konsep dari Dana Kelurahan adalah pelibatan peran serta masyarakat. Sehingga, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai kepada pemanfaatan kegiatan yang anggarannya bersumber dari Dana Kelurahan wajib melibatkan masyarakat kelurahan.

Dari uraian kegelisahan saya di atas (semoga keliru dan saya gak jadi resah gelisah), kesimpulannya adalah pemilihan metode pengadaan dilakukan pada saat penyusunan Rencana Umum Pengadaan dan pelaksanaannya sebelum penyusunan anggaran. Metode ini sudah harus tertuang dalam Term of Reference (TOR) yang disusun oleh tim perencana swakelola.

Saya sangat menyayangkan, (semoga saya salah) jika dalam pengelolaan dana kelurahan, tidak sesuai dengan aturan dan pedoman tata kelola anggaran yang berlaku. Sehingga, tumbuh mindset dari pihak kelurahan guna gugur kewajiban dalam hal penyerapan anggaran. Hanya menghabiskan anggaran tanpa mempertimbangkan prinsip-prinsip penganggaran, yaitu efektif, efesien, transparan, dan demokratis.

Mengutip cuitan Menkeu Sri Mulyani dalam tweetnya, “Uang negara adalah uang rakyat”. Maka, setiap satu rupiah uang rakyat harus digunakan untuk rakyat. Hidup Rakyat!

Wallahu a’lam bishowab.

(Agung Sapuk)

 

 

Related posts

Gus Dur dan Moralitas Bangsa Korupsi

Redaksi Surabaya

Terpidana Korupsi GIC Kota Probolinggo Serahkan Uang Kerugian Negara

Redaksi Surabaya

Kajati Jatim : Kasus Dugaan Korupsi di Bank Jatim Cabang Pembantu Pesanggaran Banyuwangi Naik ke Penyidikan

redaksi