Tendangan memutar Toh Kuning yang menyambar dari samping telah memaksa Ki Arumpaka untuk surut selangkah, keadaan itu dapat digunakan Toh Kuning beringsut lebih dekat lalu mengayun keris sehingga menembus pertahanan Ki Arumpak. Satu goresan menyilang panjang di bagian dada menjadikan pakaian lawannya basah dengan darah.
“Gandrik!” Ki Arumpaka berteriak nyaring lalu memutar cambuknya dan menyerang lutut Toh Kuning. Lelaki berkulit terang ini memaksa lawannya meloncat tinggi sambil mengurangi tekanan serangan musuhnya.
Tetapi ketika Toh Kuning kembali menyentuh tanah, mendadak tubuhnya meluncur deras dengan telapak tangan terbuka mendorong asap putih yang panas ke arah Ki Arumpaka. Ki Arumpaka tidak sempat menghindari terjangan asap panas Toh Kuning lalu ia menyambut dengan pukulan tepat mengenai telapak lawannya.
Dua tenaga inti bertabrakan di udara dan akibatnya adalah tanah di sekitar mereka tergoncang hebat. Getaran yang ditimbulkan dua tenaga inti merobohkan beberapa orang yang tidak sanggup melindungi diri dari kekuatan besar yang menghantam. Sementara di tengah arena, Ki Arumpaka terpental surut namun masih dapat menahan tubuh agar tidak terjatuh dengan bertopang pada satu lututnya. Pada waktu itu dada Toh Kuning tampak turun naik karena menahan arus tenaga yang terdorong balik ke arahnya. Ia merasakan dadanya sedikit sesak.
Sejenak kemudian mereka berdiam diri dengan beradu pandang melalui sorot mata yang berkilat menyala-nyala. Toh Kuning kemudian melesat dengan kaki terjulur, Ki Arumpaka yang masih menata ulang gerak dasar sempat mengeluarkan makian kasar namun terlambat menghindar. Pada saat tubuhnya bergeser setengah langkah, kaki Toh Kuning telah menggapai pundaknya. Ia roboh dan bergulingan menjauhi lingkaran serang perwira muda kebanggaan pasukan khusus Selakurung.
Dengan satu hentakan kuat, Ki Arumpaka bangkit kemudian menghantam Toh Kuning yang tengah melayang saat mendatanginya dengan terjangan seperti badai. Toh Kuning, tidak menyangka apabila Ki Arumpaka sanggup melontarkan pukulan berhawa panas, seketika menyambut angin pukulan itu dengan mengibaskan lengan. Kemudian yang terjadi adalah suara ledakan kembali terdengar lebih keras dan dahsyat. Akibatnya adalah dinding rumah itu jebol sebagian dan orang-orang yang berada di dekat mereka jatuh bergelimpangan karena tidak kuat menahan gelombang tenaga yang menggoncang persendian. Benturan dahsyat dari puncak ilmu Ki Arumpaka telah membuat Toh Kuning terpental jauh ke belakang, sementara Ki Arumpaka roboh terjengkang lalu memuntahkan segumpal darah melalui mulutnya.
Toh Kuning cepat berdiri meski dalam keadaan terhuyung-huyung, ia melambaikan tangan pada pasukannya supaya membiarkan Ki Arumpaka yang berusaha berdiri. Dari sorot mata lawannya, Toh Kuning dapat mengerti bahwa Ki Arumpaka tidak akan menyerahkan diri. Maka kemudian Toh Kuning kembali bersiap menyusun pertahanan.
“Ki Arumpaka, kau adalah panutan para pengikutmu. Apabila kau menyerah, pengikutmu akan mendapatkan keringanan hukuman,” berkata Toh Kuning sambil bergeser maju selangkah.
Ki Arumpaka melihat sekelilingnya. Sambil memegang dadanya yang terasa hancur di bagian dalam, ia menyahut, ”Gandrik! Tobil dempet! Tidak mungkin aku berharap Kertajaya yang lalim itu akan mengampuniku.”
“Sri Baginda akan mengampuni pengikutmu jika kau tunduk padanya,” tenang Toh Kuning berkata.
Derai tawa Ki Arumpaka menanggapi ucapan Toh Kuning, lalu ia terbatuk-batuk. Setelah mengatur napasnya, ia berkata, ”Aku tidak pernah menaruh harapan pada Kertajaya. Memang aku harus mengakui kegigihan Kertajaya saat masih baru diangkat menjadi raja. Namun setelah sekian lama, ia merasa seperti dewa. Ia memaksa kami semua untuk berada dalam satu pendapat dengannya. Dan sikapnya semakin menjadi buruk karena Tunggul Ametung memberi dukungan.”
Ia menghentikan kata-katanya karena kembali terbatuk dan darah terciprat keluar dari mulutnya. Ki Arumpaka berusaha berdiri tegak, lalu berkata lagi, ”Urusan hari ini telah selesai. Aku merasakan Kertajaya telah berada di ambang kehancuran. Meskipun aku akan pergi meninggalkan tanah ini selama-lamanya namun harapanku akan menjadi nyata tanpa perlu aku saksikan peristiwa itu terjadi.
“Ki Lurah. Kau mempunyai kesempatan untuk menjauh dari Kertajaya. Aku melihatmu terjatuh dalam jurang yang gelap bersama raja gila itu. Ia akan membawa pedih dan sakit yang pasti akan kau sesal selamanya. Kau dapat membawa kawan-kawanmu menahan Tunggul Ametung dan menjadikannya sebagai penawaran bagi Kertajaya.”