SIDOARJOterkini — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sidoarjo meminta pemerintah untuk memberikan perhatian serius terhadap kesejahteraan buruh dalam pengusulan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2025. Desakan ini datang setelah melihat masih banyaknya buruh yang belum merasakan dampak positif dari pemulihan ekonomi pasca pandemi, serta terus meningkatnya biaya hidup yang dirasakan oleh sebagian besar pekerja.
Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo Dhamroni Chudlori penetapan UMK 2025 harus mempertimbangkan secara matang keseimbangan antara kemampuan ekonomi daerah dan kebutuhan hidup layak (KHL) bagi buruh.
“Kami berharap pengusulan UMK tahun depan dapat memberi dampak positif bagi buruh, yang telah menjadi tulang punggung ekonomi daerah. Sementara itu, harus ada juga keberlanjutan bagi pengusaha dan dunia usaha,” ujarnya.
Dikatakan Dhamroni, tuntutan buruh terkait kenaikan UMK tersebut adalah sebuah aspirasi yang menjadi hak setiap elemen warga masyarakat, namun semua itu pasti ada aturan main berupa regulasi yang menjadi dasar penentuan besarannya. Pengajuan tersebut harus bisa menampung kepentingan banyak pihak.
“Nantinya ketentuan tersebut harus bisa menampung kepentingan buruh dan perusahaan yang mempekerjakan, namun keputusan akhirnya, kan ditangan gubernur, daerah sifatnya hanya mengusulkan saja,”ucapnya.
Anggota Komisi D DPRD Sidoarjo Bangun Winarso menyampaikan, meski ada perbaikan ekonomi pasca pandemi, banyak buruh yang merasakan dampak inflasi yang terus meningkat, serta biaya kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Hal ini membuat mereka merasa kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi di tengah upaya pemulihan ekonomi yang belum sepenuhnya stabil.
“Penetapan UMK bukan hanya soal angka, tetapi soal bagaimana UMK bisa mengangkat kualitas hidup buruh dan keluarga mereka. Untuk itu, pemerintah perlu lebih cermat dalam menentukan UMK yang adil dan berkelanjutan,” tambahnya.
Dikatakan Bangun, dalam mengusulkan besaran UMK, pemerintah harus mempertimbangkan masukan dan usulan dari berbagai pihak, dengan demikian baik buruh maupun pengusaha bisa menerima besaran yang nantinya diputuskan di tingkat provinsi.
“Semua pihak yang berkepentingan dalam merumuskan usulan besaran UMK harus duduk bersama,”ujarnya.
Sementara itu perwakilan buruh Suyatno meminta Pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk memperhatikan kesejahteraan buruh yang menjadi tulang punggung perekonomian Sidoarjo.
“Kami sudah meminta Disnaker Sidoarjo untuk memerintahkan Dewan Pengupahan untuk segera membahas kenaikan upah pekerja Sidoarjo,” ujarnya di sela aksi menuntut kenaikan UMK di Pendopo Sidoarjo, Rabu 13 November 2024.
Suyatno menerangkan bahwa tuntutan kenaikan upah buruh sebesar 10 persen merupakan hal yang wajar, pihaknya menilai pertumbuhan ekonomi Sidoarjo sebesar 6,6 persen banyak disokong oleh industri yang mempekerjakan kaum buruh.
“Di Sidoarjo banyak sekali industri yang otomatis banyak sekali mempekerjakan buruh,”ucapnya.
Dijelaskannya, selama empat tahun terakhir kenaikan UMK di Sidoarjo hanya naik 3 persen atau sebesar Rp 40.000 yang dinilai tidak paralel dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi yang menyentuh angka 6,13 persen dari tahun 2023 lalu.
“Kami akan terus mendesak pemerintah untuk menaikkan besaran UMK sebesar 10 persen pada usulan yang akan dibawa ke gubernur,”tegasnya.
Suyatno menjelaskan buruh Sidoarjo akan terus berjuang dengan menggelar aksi yang lebih besar bersama organisasi buruh lain di wilayah Jawa Timur untuk menuntut hak buruh di Surabaya demi mengawal putusan pemerintah atas UMK yang akan disahkan pada 30 November 2024.
“Semoga pemerintah berempati terhadap nasib buruh dalam memutuskan besaran UMK,”harapnya.
Senada dengan itu, Anggota komisi D DPRD Sidoarjo H Usman menyampaikan, dalam membuat usulan besaran UMK, Pemkab Sidoarjo juga harus memperhatikan daya beli masyarakat dan tidak hanya fokus pada angka nominal UMKM yang diusulkan.
“Faktor inflasi dan kondisi ekonomi masyarakat harus diperhitungkan,”ungkapnya.
Ditegaskannya, besaran UMK yang diusulkan sebelum ditetapkan, jangan sampai ada yang merasa dirugikan dan merasa tertekan dengan biaya hidup yang terus naik, sementara gaji tidak sebanding dengan pengeluaran sehari-hari.
“Pemerintah dalam hal ini dewan pengupahan harus bijak dalam mengusulkan besaran UMK, sehingga bisa diterima baik oleh buruh maupun perusahaan,” ucap Usman.
Anggota Komisi D DPRD Sidoarjo H Pujiono menambahkan, sebelum usulan besaran UMK diajukan pemkab harus mendengarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk pengusaha dan serikat buruh. Sehingga proses pengusulan UMK 2025 bisa berjalan dengan lancar dan mengakomodasi aspirasi semua pihak, demi terciptanya keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Sidoarjo.
“Kami berharap, melalui dialog yang konstruktif, pemerintah bisa menemukan solusi yang win-win bagi semua pihak. Kesejahteraan buruh harus jadi prioritas, namun harus ada keseimbangan dengan keberlanjutan dunia usaha,” tandasnya.(cles)