SuaraKawan.com
Bab 3 Di Bawah Panji Majapahit

Di Bawah Panji Majapahit 6

“Ki Cendhala Geni, nyawa anak ini menjadi milikku!” seru Ubandhana sambil memutar tombak sangat cepat dan tampak seperti perisai cahaya yang memburu kepala Bondan. Sekejap kemudian kedua orang muda ini terlibat dalam pertarungan yang sangat cepat. Tanpa terasa sudah berlangsung berpuluh-puluh jurus dan keduanya bertarung seimbang.

“Bagus!” Bondan menggeram penuh amarah saat dikepung oleh Ki Cendhala Geni dan Ubandhana. Bondan memutar keris, senjata ini mulai berayun lalu menggaung dan menusuk bertubi-tubi.

Ubandhana tak kalah garang, ia meladeni dengan tombak yang bergerak cepat menutupi seluruh sisi tubuhnya.

Dalam waktu itu, senjata Ubandhana seperti mengeluarkan gulungan sinar karena terpa cahaya dari kobaran api. Sesekali dentang senjata beradu dan ketika Ubandhana memutar tubuhnya  untuk menambah kekuatan hantaman, Bondan kadang bergerak lebih lambat. Sengaja ia menerima serangan tombak Ubandhana kemudian menambah tenaga agar tombak lawannya berubah arah. Seketika itu dengan cepat Bondan segera melakukan tusukan ke ulu hati dan bagian bawah leher lawannya. Ubandhana segera melompat ke belakang dan kecepatan tusukan Bondan masih mengenai kulit lehernya.

Bondan terus mengurung musuhnya yang mulai kesulitan mengimbangi kecepatan Kyai Ngablak, nama keris Bondan. Keris Bondan meliuk, melenggak-lenggok seperti menari, namun di balik itu, pamor haus darah tercium dari suara yang keluar karena begitu cepat murid Resi Gajahyana ini  memainkan keris.

Serangan Bondan akan segera berakhir di pusar Ubandhana, tetapi Bondan kembali  mendengar desing kapak dari arah kirinya. Ia harus menarik kerisnya lantas membuang diri ke samping untuk menghindari serangan kapak yang sangat cepat.

“Dua lawan satu! Tetapi aku adalah Bondan. Putra Merapi yang lahir dari gelegak kawah!” desis Bondan dengan mata tajam menusuk dada Ki Cendhala Geni.

“Aku akan membakar kalian berdua!”

Bondan kini berhadapan dengan Ki Cendhala Geni, sebuah nama yang belum pernah didengarnya pada masa kecil. Namun ia tidak dapat merenungkan kekuatan lawannya dalam sekejap karena kapak panjang Ki Cendhala Geni sudah menderu-deru mengurungnya.

Dengan kecepatan yang tidak bisa diikuti oleh mata biasa, kapak panjang segera menjadi badai yang menghujani Bondan dengan hebat. Setiap kali Bondan berhasil berkelit, ia merasa perih pada kulitnya karena hawa yang luar biasa keluar dari kapak  Ki Cendhala Geni. Apalagi lawannya  tidak memberi kesempatan untuk membalas serangan.

Selanjutnya adalah serangan demi serangan hanya mampu dihindarinya.

Merasakan hawa panas luar biasa di bagian punggungnya karena nyala api yang membakar sebuah bangunan, Bondan segera membalikan badan.                           Ia memutar tubuh sangat cepat seperti gasing sambil menggerakkan keris dengan pengerahan tenaga inti yang kuat, putaran angin yang keluar mampu mengangkat beberapa serpihan kayu yang terbakar. Melayang dan  berputar searah dengan pergerakan Kyai Ngablak.

Tidak lama setelah itu,  tubuh Bondan berputar-putar mengakibatkan serpihan kayu membumbung tinggi. Kecepatan dan kekuatan yang sulit dinalar akal sehat telah tergelar di lingkar perkelahian Ki Cendhala Geni melawan Bondan. Sekejap kemudian, murid Resi Gajahyana ini melontarkan tenaga inti ke arah Ki Cendhala Geni. Pelepasan tenaga yang disertai kayu-kayu kecil  yang terbakar meluncur deras, tak cukup di situ, Bondan bergerak ke samping, setelah menjejakkan kakinya pada sebuah batu yang seukuran kepala kerbau, ia menerjang pertahanan lawannya.

Serangan jarak pendek yang begitu cepat sepertinya tak dapat dihindari oleh Ki Cendhala Geni. Ia merendah untuk menghindari kayu-kayu yang terbakar, lalu melompat, menyambut serangan Bondan. Dentang senjata beradu dan bersamaan itu pula  telapak tangan bertumbukan dahsyat.

Keduanya terpental!

Ubandhana tidak melewatkan kesempatan itu untuk menerjang Bondan yang belum menginjak tanah. Menggunakan seluruh tenaganya, ia meloncat, kekuatan tombak itu sekarang berlipat karena bertambah dengan berat tubuh Ubandhana, ujung lancip tombak deras menuju Bondan. Dalam keadaan melayang, Bondan menangkisnya namun tusukan itu sangat kuat maka ujung tombak masih mampu menggapai dan merobek perutnya bagian kanan. Ubandhana saat itu masih menyusulkan satu tendangan dan telak mengenai ulu hati Bondan.

Related posts

Mencintai-Mu dengan Caraku

Redaksi Surabaya

Jati Anom Obong 57

Ki Banjar Asman

Cuzzz, Nyebelin!

Redaksi Surabaya