Sabuk Inten 6

oleh

“Tetapi aku sendiri agaknya tidak akan menikahkan anak, Ki Sanak berdua. Aku belum mempunyai keturunan hingga sekarang,” berdesah pelan Ki Tumenggung dalam hatinya dan untuk sesaat ia terlarut dalam perasaan.

“Baiklah, Ki Sarwana. Kiranya pemilik kuda itu telah datang dan kami berdua akan kembali melanjutkan rencana untuk memindahkan isi Merapi,” berkata Ki Partani seraya bangkit berdiri dan diikuti oleh adiknya.

“Aku berterima kasih pada Ki Sanak bedua,” Ki Suradilaga mengangguk hormat dan agaknya ia mempunyai kesan mendalam terhadap pertemuan singkat dengna dua orang yang tidak ia kenal. Sejenak kemudian ketiganya lantas berpisah. Ki Tumenggung kembali ke tempatnya bersembunyi dan mengambil Keris Sabuk Inten. Ia memeriksa kembali benda berharga yang menjadi kebanggaan Demak Bintara. Sedikit bergegas, Ki Tumenggung menghampiri kudanya lalu menuntun menaiki lereng yang landai dan sejurus kemudian ia telah memacu kuda menuju kota Pajang.

***

Pada pagi itu Adipati Hadiwijaya sedang menerima laporan dari seorang senapati yang bertugas di tapal batas kadipaten.

“Kanjeng Adipati, beberapa saudagar memberi kabar pada saya  tentang kegiatan yang meningkat tajam di Jepara,” kata senapati itu ketika ia telah berada di pendapa kadipaten. Menilik pangkat yang ia kenakan agaknya senapati itu adalah seorang rangga.

“Kegiatan yang meningkat itu adalah kabar yang umum dan dapat disaksikan oleh banyak orang. Lalu berita apa yang mereka katakan padamu, Ki Rangga Sambaga?” tanya Adipati Hadiwijaya.

“Mereka berkata jika Jepara sedang menyiapkan banyak prajurit dan kapal yang berjumlah sangat banyak,” jawab Ki Rangga Sambaga.

[penci_related_posts title=”Saran Bacaan” number=”4″ style=”grid” align=”none” displayby=”trending” orderby=”random”]

“Prajurit dan kapal?” Adipati Hadiwijaya mengulang kata-kata Ki Samekta. Ia mengelus janggutnya dan berdiri menatap alun-alun yang berada di seberang jalan. Ia membalikkan badannya dan lurus menghadap Ki Rangga Sambaga. “Lalu kau belum mendapatkan keterangan lain dari prajurit Demak yang mungkin saja berpapasan denganmu di perbatasan?” bertanya Adipati Hadiwijaya dengan tatap mata penuh menyelidik.

“Saya sempat menanyakan kebenaran berita dari para saudagar yang bercerita, tetapi prajurit-prajurit Demak sendiri sepertinya tidak mengetahui secara pasti kegiatan yang dilakukan oleh Jepara, Kanjeng Adipati,” jawab Ki Sambaga.

Pembicaraan mereka terhenti sejenak ketika seorang pelayan rumah tangga datang menyajikan hidangan pagi bagi mereka berdua. Tak lama setelah itu, ia menuruni anak tangga pendapa dan meninggalkan mereka berdua.

“Silahkan Ki Rangga. Ki Rangga harus selalu dalam keadaan segar bugar,” kata Adipati Hadiwijaya mempersilahkan Ki Rangga untuk memulihkan tenaga dengan hidangan yang diantarkan oleh pelayan. Namun Ki Sambaga merasa tidak pantas jika mendahului Adipati Hadiwijaya sehingga ia hanya mengangguk kecil.

Dengan berbagai dugaan yang melintas dalam benaknya, Adipati Hadiwijaya mencoba mengalihkan pembicaraan ke bagian lain. Sejenak kemudian keduanya terlibat pembicaraan sungguh-sungguh mengenai keadaan yang berkembang di wilayah perbatasan. Suasana sedikit mencair ketika Adipati Hadiwijaya mulai mengambil sepotong makanan lalu diikuit Ki Rangga Sambaga. Di tengah perjamuan, Adipati Hadiwijaya mendengarkan sungguh-sungguh penuturan Ki Sambaga mengenai keadaan jalanan yang menghubungkan setiap pemukiman, keamanan yang melingkupi wilayah Pajang bagian luar dan banyak hal yang disampaikan Ki Sambaga dalam pertemuan itu.

Hari menapak siang ketika seorang prajurit yang menjaga regol kadipaten meminta izin untuk bertemu dengan Adipati Hadiwijaya.

“Katakan!” perintah Adipati.

“Seseorang mengaku datang dari Demak mengatakan jika ingin menghadap Kanjeng Adipati,” jawab prajurit jaga.

“Apakah ia menyebut nama?”

“Ia bernama Ki Tumenggung Suradilaga. Akan tetapi ia tidak berpakaian seperti seorang tumenggung, Kanjeng Adipati,” prajurit jaga itu menjawab.

[penci_related_posts title=”Saran Bacaan” number=”4″ style=”grid” align=”none” displayby=”trending” orderby=”random”]

“Ki Tumenggung Suradilaga,” berkata pelan Adipati Hadiwijaya mengulang nama yang disebutkan oleh prajurit jaga.

“Beri ia jalan untuk masuk!” perintah Adipati Hadiwijaya pada prajurit jaga. Langkah lebar prajurit jaga ketika meninggalkan pendapa seakan memberikan kesan tentang wibawa yang melekat dalam diri Adipati Hadiwijaya.

“Apakah kau mempunyai pendapat tentang orang yang bernama Ki Suradilaga, Ki Sambaga?” bertanya Adipati dengan tatap mata selidik.

Ki Rangga Sambaga pelan dan dalam menganggukkan kepala. Dengan penuh rasa hormat, ia mengatakan, ”Saya mendengarnya sebagai seorang prajurit tangguh yang dimiliki oleh Demak. Beberapa orang bahkan berkata bahwa Ki Tumenggung Suradilaga adalah salah satu orang kepercayaan Raden Trenggana.”

No More Posts Available.

No more pages to load.