Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof. Hibnu Nugroho, baru-baru ini menyoroti hasil survei yang menunjukkan peningkatan signifikan citra Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, parameter yang digunakan dalam survei tersebut perlu dipertanyakan, terutama jika dibandingkan dengan citra Kejaksaan Agung.
Dalam sebuah pernyataan, Prof. Hibnu mengungkapkan bahwa hasil survei yang menempatkan KPK di atas Kejaksaan Agung dalam hal citra publik menimbulkan banyak pertanyaan. Beliau meragukan parameter yang digunakan dalam survei tersebut, karena menurutnya, dari perspektif penegakan hukum, Kejaksaan Agung memiliki kinerja yang lebih baik.
“Saya kira parameternya harus jelas, karena kita bisa membandingkan hasil survei dari Burhanuddin Muhtadi, itu lebih komprehensif,” ujar Prof. Hibnu kepada Antara.
Beliau mencontohkan kualitas perkara yang ditangani oleh kedua lembaga. Menurutnya, Kejaksaan Agung menangani perkara-perkara besar dengan kualitas yang lebih tinggi dibandingkan KPK.
Selain itu, Prof. Hibnu juga menyoroti kecepatan dalam proses penegakan hukum. Beliau berpendapat bahwa Kejaksaan Agung lebih cepat dalam menetapkan tersangka dan memproses perkara dibandingkan KPK. Sebagai contoh, Prof. Hibnu menyebutkan kasus pemanggilan mantan Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, yang hingga kini belum berhasil dilakukan oleh KPK.
“Memanggil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu juga tidak pernah berhasil berangkat. Ini ‘kan pertanyaan yang besar, kenapa, apakah ada rasa ketidakpercayaan, apakah ada rasa menggampangkan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Prof. Hibnu juga menyoroti konsep keadilan restoratif yang lebih banyak diterapkan oleh Kejaksaan Agung. Menurutnya, konsep ini sangat efektif dalam mengurangi overkapasitas lapas dan memberikan keadilan yang lebih cepat bagi masyarakat.
Prof. Hibnu Nugroho menegaskan bahwa perbandingan citra antara KPK dan Kejaksaan Agung harus dilakukan secara komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai parameter, termasuk kualitas perkara, kecepatan proses, dan penerapan konsep keadilan restoratif. Beliau juga menyarankan agar lembaga survei dapat menyajikan hasil yang lebih objektif dan transparan sehingga tidak menimbulkan keraguan di kalangan masyarakat.(*)