Jember-SUARAKAWAN.COM: Desak agar transparansi dalam menangani kasus PT KAI, ratusan warga Jalan Mawar, Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang Kota, mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Jember, Senin (6/1/2025).
Dalam aksi tersebut, warga mendesak agar hakim PN Jember transparan dan obyektif dalam menangani kasus tanah warga yang diklaim secara sepihak oleh PT KAI (Kereta Api Indonesia). Warga korban penggusuran sepihak PT KAI yang mengatasnamakan Kopertama (Kumpulan Perjuangan Tanah Mawar Jember) tersebut datang ke PN Jember dengan membentangkan poster dan meneriakan yel-yel yang berisi tuntutan.
Ada empat tuntutan warga yang disampaikan, yaitu transparansi dalam proses persidangan dan putusan, obyektifitas dalam menilai bukti dan argumen, memberikan perlindungan hak-hak warga atas tanah dan properti dan mendesak Pengadilan untuk menghindari konflik kepentingan.
Selama ini, PT KAI disebut-sebut telah melakukan penggusuran secara sepihak dengan dalih penertiban atas tanah yang mereka klaim. Padahal, tanah yang sudah ditempati warga sejak puluhan tahun itu merupakan tanah peninggalan Belanda.
Selain itu, ratusan warga ini juga menyampaikan petisi yang ditujukan kepada pihak yang berwenang. “Kami minta Pengadilan Negeri Jember harus menjaga integritas dan keadilan, serta tidak memihak kepada PT KAI. Kami juga meminta transparansi dan obyektifitas dalam menangani kasus ini,” ujar warga yang memimpin aksi.
Dalam Petisi-nya, warga menuntut keadilan kepada Presiden dan Wakil Presiden RI. Korban penggusuran PT KAI yang tergabung dalam Kopertama ini mengungkap bahwa PT KAI DAOP 9 Jember arogan dengan, melakukan penggusuran secara paksa atas rumah dan tanah yang berada di lingkungan RW 15 Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang. Bahkan, dalam aksi pengosongan paksa itu, seorang anak dibawah umur sempat jadi korban pemukukan. Selain itu, juga terjadi perusakan hingga hilangnya barang-barang milik warga, yang sudah menempati tanah peninggalan Belanda tersebut selama puluhan tahun.
Dalam Petisi-nya warga menyebut, PT KAI diduga melakukan pencurian PBB/SPPT yang diketahui atas nama warga pada Juli 2024. Padahal, warga menempati rumah Jalan Mawar tersebut sudah lebih dari 50 tahun. Yang diperolehnya dari jual beli antara orangtua mereka dengan penghuni sebelumnya yang sudah menempati sejak jaman Belanda, dengan harga sekitar Rp 900 ribu. Bahkan, sejak itu pula warga membayar PBB/SPPT atas nama mereka masing-masing, bukan atas nama PT KAI.
Kini, total warga yang menempati lahan yang diklaim sepihak oleh PT KAI itu berjumlah hingga 500 KK. Dan, warga sudah menempati lahan tersebut sejak jaman Belanda, sekitar tahun 1932.
Bahkan, status tanah yang tercatat dalam buku Krawangan/Letter C Kelurahan Jember Lor adalah 0 (kosong), bukan atas nama PT KAI. Sehingga tanah peninggalan Belanda seluas 2,7 hektar tersebut kini berdiri sekitar 300 rumah warga.
Anehnya, meski warga sudah menempati lahan lebih dari 50 tahun, namun ketika mengajukan legalitas ke Kementerian ATR/BPN malah ditolak. Padahal, pengajuan sertifikasi oleh ratusan warga tersebut sesuai dengan UUD 1945 dan KEPPRES No 32 tahun 1979, dalam pasal 5 berbunyi “Tanah-tanah perkampungan bekas hak dan hak pakai asal konversi hak barat yang telah menjadi perkampungan atau di duduki rakyat akan di prioritaskan kepada rakyat yang menduduki nya”.
Dan sejak itu, PT KAI DAOP 9 Jember memaksa warga untuk menandatangani perjanjian sewa, dengan mematok harga sewa Rp 5 juta per rumah. Dengan dalih tanah tersebut milik PT KAI.
Sejak 2009, PT KAI disebut mulai menebar ancaman akan menggusur paksa, jika mereka tak mau menandatangani perjanjian sewa yang tak berlandaskan hukum tersebut.
“Sejak tahun 2009 hingga 2020 PT KAI DAOP 9 Jember selalu malakukan tindakan arogansi dan ancaman ke warga di lingkungan kami. Kami sering sekali malakukan upaya memohon bantuan kepada DPRD Kota Jember sampai media elektronik maupun cetak memberitakan perlakuan PT KAI DAOP 9 Jember. Tapi apalah daya Bapak Presiden dan Wakil Presiden, kami masyarakat biasa hanya di buat salah salah terus dengan ancaman-ancaman, sampai kami melaporkan kepada pihak berwajib. Apalah daya lagi, kami tidak pernah diperhatikan dan tidak di hiraukan,” ungkap warga dalam Petisi-nya.
Sebaliknya, pada 10 Desember 2009 tiba-tiba PT KAI DAOP 9 Jember mengajukan sertifikasi ke ATR/BPN Kota Jember. Upaya ini tentunya di tolak oleh warga, yang sudah terlebih dahulu menempati lahan tersebut.
Hingga pada 14 Januari 2020 terbit Surat dari Kanwil BPN yang menyatakan bahwa:
Apabila pihak PT KAI ingin menjadikan sertifikat hak guna bangunan harus memenuhi peryaratan sbb :
a. Tanah dan luas harus jelas.
b. Tidak boleh bersengketa.
c. PBB (Pajak Bumi Bangunan) nama warga sejumlah 178 harus di jadikan satu induk.
Dan, sejak itu warga tidak lagi menerima PBB/SPPT, yang sebelumnya mereka bayar sejak 1970 tersebut. Warga pun menanyakan hal itu, hingga akhirnya diketahui PBB warga diambil oleh PT KAI DAOP 9 Jember melaui Dinas BAPENDA dan Kelurahan Jember Lor. PBB milik warga yang diambil PT KAI itu dijadikan dasar untuk mengajukan SHGB.
Hal itu di ketahui setelah hearing dengan DPRD Jember pada Agustus 2020. Pasalnya, PT KAI DAOP 9 Jember mendadak sudah mengantongi SHGB yang terbit pada 2 April 2020.
Sejak itulah PT KAI melakukan intimidasi, termasu menyewa preman dan tukang angkut untuk menggusur rumah warga secara sepihak. Tragisnya lagi, aksi itu juga disaksikan oleh pihak Kepolisian, TNI, Dishub dan Satpol PP Pemkab Jember.
Sementara, kuasa hukum warga, Agung Silo Widodo Basuki SH MH, mengatakan bahwa aksi warga tersebut merupakan aksi damai menuntut keadilan. Dengan harapan, Pengadilan Negeri Jember dapat obyektif dalam menangani perkara tersebut. “Dengan adanya aksi warga, supaya Pengadilan Negeri Jember bisa melaksanakan tugasnya sebagai pengadil yang obyektif, dan tidak berpihak ke PT KAI. Karena selama ini opini yang berkembang tidak sesuai fakta,” ujar Agung.
Agung juga berterimakasih kepada Wakil Ketua Pengadilan Negeri (Waka PN) Jember, Ahmad Bhukori SH MH, yang mau menemui warga. Sehingga, mengetahui perkara yang sebenarnya. “Ya, tadi Waka PN Jember Pak Bukhori sempat kaget ketika mengetahui yang sebenarnya,” jelas praktisi hukum kelahiran Banyuwangi ini.
Ketika disinggung terkait perolehan SHGB PT KAI yang diduga hasil manipulatif dengan mengambil PBB milik warga, Agung menyatakan, bahwa sah dan tidaknya SHGB tersebut akan diuji kebenarannya. Bahkan tragisnya, lanjut Agung, di dalam SHGB yang dikantongi oleh PT KAI ternyata ada sejumlah rumah yang sudah bersertifikat.
“Dari dokumen yang ditunjukkan warga, diperoleh fakta seperti itu. Dari sebelumnya PBB dibagikan ke warga, kok ini tidak dibagikan? Mungkin ada kekhawatiran adanya legitimasi terkait kepemilikan tanah oleh warga,” terang Agung.
Padahal, kata Agung lagi, seharusnya yang dimiliki PT KAI bukan SHGB, melainkan Hak Pakai atau Hak Pengelolaan. “Klien kami merupakan warga Indonesia yang terdholimi. Dan kami berharap, Pengadilan Negeri Jember dapat mengabulkan semua gugatan kami. Karena warga butuh keadilan,” tambahnya. (Hr)