
Surabaya-SUARAKAWAN.COM: Sidang dugaan pemalsuan surat dengan terdakwa Nenek Fransiska Eny Marwati alias Soeskah Eny Mawarti kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (8/10/2025).
Melalui kuasa hukumnya Aris Eko Prasetyo SH., MH., nenek berusia 67 tahun ini secara tegas menolak tuntutan JPU (Jaksa Penuntut Umum) Basuki Miryawan, yaitu 6 bulan penjara. Selain membantah menggunakan surat palsu, kasus tersebut juga dinyatakan sudah daluwarsa.
Hal itu disampaikan Aris Eko Prasetyo SH., MH., saat pembacaan pledoi di depan Ketua Majelis Hakim Purnomo Hadiyarto, dalam sidang lanjutan di Ruang Sari 2, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Dikatakan Aris, bahwa terdakwa menggunakan Surat Keterangan Nomor: 181/7704/402.09.01.02. 04/99 dari Kelurahan Ngagel Rejo, yang dilampirkan dalam Memori Kasasi pada tahun 1999 sudah diketahui oleh Pelapor, yaitu Linggo Hadiprayitno.
“Sehingga jika dihitung dari tahun 1999, maka daluwarsa 12 tahunnya telah berakhir pada tahun 2011. Jika seandainya baru mengetahui perihal penggunaan surat yang diduga palsu itu pada saat diputusnya perkara Kasasi No. 2791 K/Pdt/2000 dengan amar putusan mengabulkan permohonan Kasasi dari terdakwa pada tanggal 4 Juli 2003 pun, maka daluwarsa 12 tahunnya juga telah berakhir pada tahun 2015,” ujar Aris.
Dalam pledoinya, Aris juga menyebut bahwa Surat Keterangan dari Kelurahan Ngagel Rejo yang dituding palsu itu juga pernah dilaporkan oleh Linggo ke Polda Jatim, dengan nomor laporan: LP/251/V/2009/Biro Ops Polda Jatim.
Dari laporan itu, menurut Aris, sudah dilakukan konfrontir antara Nenek Soeskah bersama Penasehat Hukumnya Sudiman Sidabukke, Lurah Suwadi, Penyidik Polda serta Pelapor Linggo Hadiprayitno. Namun pelapor tidak hadir meskipun sudah diundang. Sehingga diperoleh fakta, jika Surat Keterangan tersebut benar dibuat oleh Lurah Suwadi. Dengan adanya fakta itu kasus dugaan menggunakan surat keterangan palsu tidak pernah naik ke tingkat penyidikan.
Selain itu, Aris juga memaparkan bahwa Nenek Soeskah ialah pemilik sah atas tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Kendalsari Selatan No. 02 Surabaya, dengan luas 593 M2. Hal itu sesuai dengan Sertipikat Hak MIlik (SHM) No.63, Kelurahan Penjaringan Sari, Kecamatan Rungkut Kotamadya Surabaya. Kenyataan itu juga dikuatkan adanya Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 585/Pdt.G/1994/PN.Sby., tanggal 04 Agustus 1995, yang menolak gugatan Linggo Hadiprayitno. Kasus tersebut sudah berkekuatan hukum tetap berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 2791 K/PDT/2000., tanggal 29 Juli 2003.
Bahkan, dalam upaya PK (Peninjauan Kembali) oleh Linggo pun juga ditolak Mahkamah Agung (MA). “Tetapi saat terdakwa (Nenek Soeskah) mengajukan permohonan pelaksanaan putusan (eksekusi) yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Pengadilan Negeri Surabaya, Linggo kembali melaporkan kasus yang sebelumnya pernah dilaporkan ke polisi namun dihentikan karena tak cukup bukti itu,” jelas Aris.
Sehingga, Aris meminta Majelis Hakim yang menyidangkan kasus ini lebih mengedepankan dan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
“Bisa jadi yang duduk di persidangan ini sebagai terdakwa sejatinya hanyalah korban impulsif penegakkan hukum yang bernasib sial atas kesewenang-wenangan proses penyidikan dan atau penuntutan. Selama hidupnya, terdakwa tidak pernah sekalipun memiliki rekam jejak kejahatan, terlebih melakukan pemalsuan surat atau membuat surat palsu. Namun sangat ironis sekali di penghujung usianya, terdakwa harus meringkuk di dalam tahanan serta dipaksa mempertanggungjawabkan secara hukum atas suatu hal yang sejatinya tidak pernah terdakwa lakukan,” terang Aris.
Karena, lanjut Aris, tujuan persidangan secara khusus untuk mengungkap kebenaran dan menggali kebenaran materiil demi mewujudkan keadilan yang nyata bagi semua pihak tanpa ada intervensi dari manapun. “Tidak ada seorang pun yang dapat dijatuhi pidana, kecuali jika pengadilan dengan alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, dan atas dua alat bukti yang sah hakim memperoleh keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya,” paparnya.
Untuk itu, Aris meminta agar Majelis Hakim membebaskan terdakwa dari segala dakwaan hukum atau setidaknya lepas dari tuntutan hukum. “Serta merehabilitasi dan memulihkan nama baik terdakwa,” tambahnya. (dwi)



