SuaraKawan.com
Suara Rohani

Khutbah Jumat: Agar Pekerjaan Halal, Berkah, dan Manfaat

Hadirin sidang jamaah Jumat yang dirahmati Allah!

Dalam kesempatan Jumat pernuh berkah ini, marilah kita senantiasa saling berwasiat dengan sesama, untuk meningkatkan rasa takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Salah satu cara untuk meningkatkan ketakwaan dan rasa kehambaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala adalah dengan saling menganjurkan untuk bekerja. Dengan bekerja, sifat tamak kita pada pemberian orang lain, dan minta dibelaskasihi oleh orang lain, dapat menjadi berkurang.

“Berkurang” dalam hal ini bukan berarti kita tidak membutuhkan uluran dan bantuan sesama, sehingga kita layaknya manusia yang dikuasai oleh ego diri. Tidak demikian. Kita sebagai seorang individu, tidak akan pernah hidup sendiri. Kita senantiasa tetap membutuhkan uluran pertolongan dan kerjasama dari sejawat kita, saudara kita, teman kita, dan lain sebagainya. Sebagaimana ini diteladankan oleh Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, saat beliau hendak melakukan dan memulai dakwah di masyarakat, beliau pertama kalinya mencari sahabat. Sahabat untuk berbagi suka dan duka dan saling mendukung demi tegaknya kalimat Allah di muka bumi.

Hadirin jama’ah sholat Jumat yang dirahmati Allah!

Dengan bekerja, hati kita menjadi tenang. Pikiran kita menjadi tenang. Tenang karena tidak diliputi oleh pernik rintangan keduniaan yang menghijab seorang hamba dari melakukan penghambaan (ubudiyah) kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Beliau, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Anas ibn Malik radliyallahu ‘anhu:   “Hampir-hampir, penyakit hasud (iri hati) mengalahkan derajat/pangkat yang dimiliki seseorang. Dan hampir-hampir, kefakiran menghantarkan pada kekufuran.”

Kekufuran merupakan buah dari terhijabnya seseorang dari menghamba kepada Allah disebabkan mementingkan kehidupan duniawi. Seolah dunia bagaikan tuhan yang kedua baginya. Itulah sebabnya disebutkan sebagai “hampir-hampir” oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Untungnya, ada kejadian dunia yang tidak mampu ditahan oleh seorang hamba. Penyakit, menurunnya daya penglihatan, pendengaran, kekuatan, adalah bagian dari dunia yang tidak mampu dihalangi oleh seorang hamba. Sehingga karenanya, Allah subhanahu wa ta’ala tetap menjadi yang paling utama dan diutamakan dalam penghambaan.

Sidang Jumat yang dirahmati Allah!

Dalam sebuah hadits hasan yang diriwayatkan oleh Ibnu Muflih dalam Kitab al-Adab al-Syar’iyyah, dan disandarkan pada sahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, Rasulullah shllallahu ‘alaihi wasallam bersabda:   “Barangsiapa mencari kehidupan dunia dengan jalan halal, karena niat menjaga kehormatannya dari suatu masalah, dan niat usaha menafkahi keluarganya, menyantuni tetangganya yang kekurangan, maka kelak ia akan datang di hari kiamat dengan wajah bagaikan bulan di malam purnama. Dan barangsiapa mencari dunia dengan jalan halal, namun karena niat menumpuk-numpuknya, maka kelak ia akan bertemu dengan Allah dengan kondisi dibenci oleh-Nya.”

Dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan bagi orang yang bekerja, yaitu agar ia meniatkan diri untuk mencari rezeki yang halal. Meski demikian, kita tidak boleh lupa agar membagusi niat bahwa kerjanya tersebut adalah semata untuk menjaga kehormatan diri dan agamanya, menafkahi keluarganya dari hasil kerja yang baik, serta tidak lupa untuk berderma kepada sesama.   Ini semua berlaku untuk rezeki yang halal. Masih ada ancaman, yaitu bahwa bagi seseorang yang bekerja hanya karena niat menumpuk harta, maka kelak akan bertemu dengan Allah subhanahu wa ta’ala dengan kondisi dibenci. Barangsiapa dibenci Allah subhanahu wa ta’ala, maka sudah pasti neraka tempatnya kembali.

Sidang Jumat hafidhakumullah!

Alkisah, Nabi Dawud alaihissalam suatu ketika pergi meninggalkan kerajaannya. Kemudian, salah satu dari pelayannya, yang dengan setia mendampinginya, ditanya mengenai kisah perjalanan beliau itu.   “Wahai pemuda! Bagaimana pendapatmu tentang Dawud?”

Lantas orang yang dipanggil pemuda itu menjawab:   “Sebaik-baik hamba. Dia memiliki sebuah pekerti yang belum pernah diketahui selama ini.”

Orang itu lalu bertanya:   “Apa itu?”

Pemuda itu menjawab: “Suatu ketika, ia memakan harta dari baitu al-mal-nya kaum muslimin. Karena sebagai raja, ia boleh mendapatkan gaji darinya. Namun, ketika itu ia menerima wahyu bahwa ‘betapa Allah subhanahu wa ta’ala mencintai seorang hamba yang makan dari hasil jerih payahnya sendiri, dari buah tangannya sendiri.’

Selepas menerima wahyu itu, beliau bersegera beranjak menuju mihrab tempat beliau bersujud, sembari menangis tersedu, sembari merenung dan berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala:   “Wahai Tuhanku! Ajarkanlah kepadaku sebuah pekerti yang bisa aku kerjakan dengan tanganku dan mampu menghindarikan aku dari harta baitu al-mal kaum muslimin!”

“Lantas doa Nabiyullah Dawud alaihissalam dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Allah mengilhamkan kepadanya untuk membikin baju besi dan menundukkan besi. Bahkan, di tangannya, besi yang keras dapat menjadi bubur yang siap dibentuk sesuai keinginannya. Sejak saat itu, setiap kali ia selesai melaksanakan tugas-tugas pemerintahannya, ia bekerja membikin baju besi, lalu dijualnya ke pasar. Hasilnya , ia pergunakan untuk menghidupi dirinya dan keluarganya.”

Kisah Dawud ini kemudian diabadikan oleh Allah subhanahu wata’ala di dalam Al-Qur’an al-Karim, Surat al-Saba [34] ayat 10-11. Allah berfirman ; “Dan sungguh, telah Kami berikan kepada Dawud karunia dari Kami. (Kami berfirman), ‘Wahai gunung-gunung dan burung-burung! Bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud,’ dan Kami telah melunakkan besi untuknya.”

“(Yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Di dalam Al-Qur’an Surat al-Anbiya’ [21] ayat 80, Allah subhanahu wata’ala juga mengisahkan tentang pekerjaan Nabi Dawud ‘alaihi al-salam, dengan firman-Nya:   “Dan Kami ajarkan (pula) kepada Dawud cara membuat baju besi untukmu, guna melindungi kamu dalam peperangan. Sudahkah kamu bersyukur (kepada Allah)?”

Gambaran dari kisah ini, menjadi penjelas bagi tema khutbah di Jumat mubarakah ini, yaitu hendaknya kita berburu rezeki yang halal. Jangan hanya yang halal, tapi yang lebih menyelamatkan. Jangan sekadar yang menyelamatkan, tapi juga harus yang membawa manfaat, untuk diri, keluarga, dan masyarakat.   Apalah artinya rezeki yang halal, jika tidak menyelamatkan diri kita, di dunia dan akhirat! Apalah artinya rezeki yang halal, jika tidak mampu membawa manfaat! Sungguh, sebaik-baik diri seorang hamba adalah yang paling bermanfaat buat manusia lainnya!

“Sebaik-baik hamba di sisi Allah, adalah yang paling bermanfaat buat sesamanya.”   Demikian itu merupakan teladan dari Nabi. Maka sebagai umatnya, hendaknya kita meneladani kisah-kisah mulia di atas, supaya kita tercatat sebagai sebaik-baik hamba.

 

Ustadz Muhammad Syamsudin, Pengasuh Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jatim

 

Related posts

Khutbah Jumat: 4 Hal yang Membuat Kita Tidak Merugi

Redaksi Surabaya

Khutbah Jumat: Marhaban Sya’ban, Pintu Gerbang Bulan Ramadhan

Redaksi Surabaya

Salam Sejahtera

Redaksi Surabaya