SIDOARJOterkini – Kanwil Kemenkumham Jatim menegaskan komitmennya dalam pelaksanaan keadilan restoratif. Salah satunya adalah dengan memberikan bantuan hukum gratis agar tahanan mendapatkan pidana alternatif melalui mediasi.
Salah satu yang gencar melakukan advokasi pelaksanaan keadilan restoratif adalah Rutan I Surabaya. Kakanwil Kemenkumham Jatim Heni Yuwono mengatakan bahwa Surabaya memang menjadi salah satu pilot project penerapan pidana alternatif sesuai amanah UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.
“Kalau melihat tren, di Surabaya memang menunjukkan peningkatan pelaksanaan pidana alternatif melalui jalur mediasi,” ujar Heni (18/4).
Pernyataan Heni memang bukan tanpa dasar. Pasalnya, berdasarkan data yang ada, pada 2023 lalu, Rutan Surabaya sudah berhasil melakukan mediasi terhadap 30 pelaku kejahatan yang masuk kategori ringan.
“Sedangkan tahun ini, masih berjalan belum genap empat bulan, namun sudah ada 24 tahanan yang tidak dilanjutkan proses pidana penjaranya karena berhasil dalam proses mediasi dengan korban,” terang Heni.
Untuk itu, Heni optimis, penerapan penyelesaian pidana alternatif melalui mediasi ini akan mampu membuat benang kusut berupa masalah over kapasitas di lapas dan rutan terurai.
“Tentunya ke depan, fokus kami tidak hanya mediasi saja, tapi akan lebih dalam untuk memperjuangkan dan mengembalikan kerugian yang dialami korban,” terang Heni.
Sementara itu, Karutan Surabaya, Wahyu Hendrajati mengatakan bahwa selama ini pihaknya selalu pro aktif dalam proses penerapan penegakan keadlian restoratif. Salah satu hasilnya adalah pada sepekan terakhir pihaknya telah melakukan proses rekonsiliasi dan pemulihan terhadap tiga orang tahanannya.
“Kami melakukan mediasi, baik dengan Kejaksaan Negeri Surabaya maupun Tanjung Perak,” ujar Hendrajati.
Tiga tahanan itu adalah AA, AD dan SY. Sebelumnya, ketiganya melakukan tindak pidana pencurian ringan seperti mencuri/ mengambil handphone yang tertinggal di mesin ATM, mencuri barang muatan milik perusahaan logistik dan mencuri tas di dalam rumah orang lain pada saat tidak ada orang.
“Jadi dampak/ kerugian yang dihasilkan relatif ringan, sehingga kita upayakan untuk mediasi,” terang Hendrajati.
Lebih lanjut, pria asli Surabaya itu mengatakan bahwa keadilan restoratif perlu keterlibatan peran aktif para pelaku kejahatan, korban dan masyarakat dalam mencapai rekonsiliasi dan pemulihan setelah terjadinya tindak kriminal.
“Dalam kasus ini, ketiga tahanan telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam memperbaiki kesalahan mereka dan menerima konsekuensi atas tindakan mereka,” terangnya.
Hendrajati mengatakan bahwa pihaknya akan selali mendukung penuh proses penegakan keadilan restoratif. Karena memberikan kesempatan bagi tahanan untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka, memperbaiki kesalahan dan berkontribusi dalam rekonsiliasi dengan korban dan masyarakat.
“Kami berharap bahwa proses ini dapat membantu tahanan dalam rehabilitasi dan mengembalikan mereka sebagai anggota masyarakat yang produktif setelah bebas,” harapnya.
Dengan pembebasan ketiga tahanan ini, diharapkan dapat memberikan harapan baru dan kesempatan untuk memperbaiki hidup mereka. Penegakan keadilan restoratif menekankan pada perubahan perilaku dan tanggung jawab penuh terhadap tindakan yang telah dilakukan.
“Sehingga mereka dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab,” tutup Hendrajati. (cles)