Kejaksaan Terancam di Praperadilan, Kasus Dugaan Korupsi Polinema Dinilai Dipaksakan

oleh
oleh
Didik Lestariyono SH., MH., kuasa hukum eks Direktur Polinema, Awan Setiawan. Foto: ist

Malang-SUARAKAWAN.COM: Kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Politeknik Negeri Malang (Polinema) dinilai dipaksakan. Bahkan, eks Direktur Polinema periode 2017–2021, Awan Setiawan, akan menempuh upaya praperadilan terhadap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim.

Rencana mengajukan praperadilan itu disampaikan kuasa hukum Awan Setiawan, yaitu Didik Lestariyono SH., MH., pada awak media, Sabtu (14/6/2025). Ia mengatakan, penetapan status tersangka terhadap kliennya merupakan langkah yang prematur, tak proporsional serta tidak mencerminkan prinsip due process of law dalam sistem hukum yang adil.

Dikatakan Didik bahwa dalam kasus tersebut tidak ada unsur kerugian negara, termasuk tidak adanya audit dari BPK maupun BPKP. “Penetapan tersangka dugaan korupsi atas klien kami ini dipaksakan. Tidak ada unsur kerugian negara. Tidak ada audit dari BPK maupun BPKP,” ujarnya.

Karena, menurut Didik, yang sah melakukan audit dan menentukan adanya kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi ialah BPK dan BPKP. “Misalkan yang dijadikan acuan hasil audit dari Inspektorat Kementerian Pendidikan itu tidak punya kompetensi. Inspektorat hanya berkaitan dengan pelanggaran PNS/ASN. Sehingga hasil audit tidak bisa dijadikan alat bukti dalam perkara tindak pidana korupsi,” jelasnya.

Didik memaparkan, bahwa tanah seluas 7.104 M2 yang berada di Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru tersebut tepat berdampingan dengan aset milik Polinema dan bagian integral dari Rencana Induk Pengembangan (RIP) Polinema 2010–2034. Tanah tersebut dibeli dengan harga Rp 6 juta/M2 oleh Tim Pengadaan Tanah yang disebut “Tim 9”. Dan tim ini dibentuk melalui Surat Keputusan Direktur, yang terdiri dari pejabat struktural Polinema. Sehingga tahapan proses jual beli tanah tersebut dilakukan oleh Tim 9.

“Jadi Pak Awan ini Direktur yang membentuk Tim 9 dalam pengadaan lahan tersebut. Dan Tim 9 ini yang bekerja semuanya. Ketika semua data matang, Pak Awan tinggal tanda tangan saja. Kalau semua yang bekerja ini Tim 9 kenapa kok Pak Awan sendiri yang dijadikan tersangka? Ini pasti ada sesuatu, bisa jadi ada yang titip,” ungkapnya.

Selain itu, Didik juga mengungkap adanya kejanggalan lain dalam kasus tersebut. Ia mengatakan, bahwa tanah seluas 7.104 M2 tersebut merupakan tanah warisan milik keluarga Hadi Santoso, yang berjumlah 9 orang. Bahkan dalam pembayaran oleh Tim 9 masih terbayar sekitar Rp 22 miliar dari harga yang disepakati Rp 42,6 miliar.

“Jadi kekurangannya sekitar Rp 20 miliar. Ini kekurangan Rp 20 miliar belum dilunasi kok Pak Hadi Santoso dijebloskan ke penjara dijadikan tersangka, bahkan tanahnya disita. Ini kan aneh. Kalau pemilik tanah dijerat korupsi, kenapa Pak Hadi Santoso saja yang jadi tersangka? Karena yang perlu diingat bahwa ahli waris tanah tersebut ada 9 orang, termasuk Pak Hadi Santoso,” terangnya.

Bahkan, lanjut Didik, dalam pemeriksaan rekening koran milik Hadi Santoso pun juga tidak ditemukan aliran dana yang masuk ke rekening Awan Setiawan. “Justru aliran dana dari rekening koran Pak Hadi Santoso ya ke delapan saudaranya sebagai ahli waris. Tidak ada yang mengalir ke klien kami,” tambahnya.

Karena dinilai ada kejanggalan dan terkesan dipaksakan, Didik menyatakan bahwa pihaknya akan segera mengajukan praperadilan. Ia akan menguji penetapan tersangka oleh Kejati Jatim melalui praperadilan.

“Nanti kita uji di praperadilan. Kami berharap nantinya hakim bersikap obyektif, menggunakan analisa yang benar dan hati nurani. Karena kasus ini tidak masuk akal, tanah baru dibayar separuh kok negara menyatakan rugi,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menetapkan dan menahan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah di lingkungan Politeknik Negeri Malang (Polinema) tahun 2019–2020. Mereka adalah Awan Setiawan, Direktur Polinema periode 2017–2021 dan Hadi Santoso, pihak yang menjual tanah kepada institusi pendidikan tersebut.

Penetapan tersangka ini berdasarkan dua Surat Perintah Penyidikan terbaru: Nomor Print-9/M.5/Fd.2/01/2025 tertanggal 3 Januari 2025 dan Nomor Print-848/M.5/Fd.2/06/2025 tertanggal 11 Juni 2025.

Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor, dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (her)

No More Posts Available.

No more pages to load.