“Usia anak muda yang bernama Bondan mungkin tidak terpaut jauh denganku. Tetapi siapakah ia? Sementara paman Nambi seperti sudah mengenalnya.” Sri Jayanegara masih bertanya-tanya dalam hatinya. Pada saat itu Ken Banawa duduk berdampingan dengan Bondan dan diapit oleh Dyah Gitarja serta Gajah Mada.
“Baiklah, kita semua telah lengkap,” kata Mpu Nambi ketika melihat orang-orang telah mengatur diri mereka masing-masing. Ia terdiam sesaat, lalu katanya, ”Kakang Ken Banawa, aku akan katakan singkat mengenai kehadiran Bhre Kahuripan dan Gajah Mada di ruangan ini.” Lalu ia menceritakan semua yang telah dilaporkan oleh Gajah Mada. Sementara Ken Banawa dan Bondan sesekali menganggukkan kepala.
“Dan sekarang saya bertanya padamu, Kakang,” Mpu Nambi memandang Ken Banawa yang masih belum bersuara. ”Apakah ada gambaran singkat tentang rencana yang akan dilakukan jika aku serahkan pemecahan persoalan ini pada Anda?”
Tiba-tiba Sri Jayanegara berseru, ”Aku ingat sekarang!”
[penci_related_posts dis_pview=”no” dis_pdate=”no” title=”Disarankan” background=”” border=”” thumbright=”yes” number=”4″ style=”grid” align=”none” withids=”” displayby=”tag” orderby=”rand”]
Lalu ia bertanya kepada Bondan tentang kedua orang tua dan keadaan di Pajang. Mendengar seruan Sri Jayanegara, Bondan hanya tersenyum lalu menjawab semua pertanyaan raja Majapahit yang berusia lebih muda sedikit darinya. Setelah mendengar jawaban Bondan, wajah Sri Jayanegara terlihat berseri-seri lalu ia berkata,”Dengan demikian, bertambah satu kekuatan lagi untuk kerajaan kita. Baiklah, aku serahkan kembali ke paman Nambi.” Sri Jayanegara mempersilahkan Mpu Nambi untuk kembali ke pokok persoalan.
Mpu Nambi mengangkat tangannya pada Ken Banawa.
“Gambaran singkat tentang kekuatan prajurit yang diuraikan Ki Lurah Gajah Mada masih tersimpan di balik dinding kota, saya kira sudah cukup untuk melumpuhkan Ki Srengganan dari dalam. Dan saya akan mencoba memutus semua jalur yang menghubungkan Kahuripan dengan daerah yang lain,” tegas Ken Banawa.
Gajah Mada kemudian menyatakan pendapatnya dan rencana yang ia pikirkan. Satu gagasan yang membuat kagum setiap orang yang mendengarnya. Sebuah keyakinan atas kemampuan yang ia miliki, lalu ditambah kepercayaan pada Ken Banawa, telah menjadikan Gajah Mada berani mengambil akibat buruk dengan menangkap secara langsung Ki Srengganan di dalam keraton.
“Sebuah langkah yang berbahaya, tetapi mungkin itu juga akan menjadi satu-satunya jalan menghindari pertumpahan darah yang sia-sia,” kata Sri Jayanegara. Ia menyetujui semua pendapat orang-orang dan meminta Mpu Nambu untuk segera merangkai semua rencana yang disepakati.
Pada hari yang sama, menjelang senja, di pusat kotaraja, Mpu Nambi sedang memimpin pertemuan dengan beberapa senapati. Ken Banawa berada di sebelah Bondan yang duduk berdampingan dengan Dyah Gitarja, Bhre Kahuripan. Kehadiran Bondan yang tidak mengenakan pakaian prajurit mengundang pertanyaan di antara senapati. Menyadari jika Bondan sedang menjadi pusat perhatian, maka Mpu Nambi segera menjelaskan secara singkat perihal Bondan.
Penjelasan itu agaknya dapat diterima oleh para senapati yang menghadiri pertemuan.
Seorang senapati berdiri dan memberi kesaksian. Ia berkata, ”Saya pernah melihatnya. Sekali. Kami bertemu saat bertempur di Alas Cangkring. Tentu saja dalam usia yang masih terhitung muda, anak itu dapat dikatakan nekad. Tetapi, aku mengingat satu perbuatannya.” Ia berdiam sejenak saat seluruh mata memandang dirinya.
Senapati itu menarik napas dalam-dalam lalu, ”Aku tidak tahu apakah Ia berani atau berbuat tanpa perhitungan, yang aku ketahui adalah jika malam itu ia tidak berbuat apapun, maka seluruh darah pasukan kami akan membasahi Alas Cangkring.
“Ia banyak membawa prajurit terluka ke tepi lingkaran. Kemudian, bantuan Tuan Banawa dan Gumilang dapat merubah keadaan.”
Seorang lainnya mengangkat tangan lalu bertanya, ”Apa pangkatmu pada saat itu?”
“Aku masih menjadi wakil dari Ranggawesi,” jawab senapati yang terlibat dalam Alas Cangkring.
Kemudian Mpu Nambi meneruskan pertemuan sesuai garis besar yang telah disetujui oleh Sri Jayanegara.
Tak lama, setelah pertemuan itu dinyatakan selesai, setiap senapati telah menuju tempat yang ditunjuk oleh Mpu Nambi. Sehingga, pada akhirnya, setiap jengkal perbatasan kotaraja dan jalur yang menghubungkannya dengan Kahuripan telah berada dalam pengawasan prajurit.