SuaraKawan.com
Bab 2 Sabuk Inten

Sabuk Inten 9

Di bagian keamanan sendiri, jarang sekali terjadi kejahatan di sekitar Pajang. Para prajurit dengan rutin melakukan perondaan dalam waktu yang tidak teratur. Terkadang mereka berjalan jauh dalam satu kelompok besar dalam satu pekan, terkadang mereka terliht dalam kelompok-kelompok kecil yang bergerak cepat di pekan yang berbeda. Bahkan sering kali mereka membelah kelompok besar dan kecil dan mengitari bagian dalam dan luar Pajang seolah-olah terjadi peperangan. Satu-dua gerombolan penjahat pernah mencoba memanfaatkan jeda yang ada, tetapi mereka salah menduga. Mereka justru melakukan kejahatan pada saat prajurit Pajang melakukan latihan peperangan di dalam kota. Dengan demikian menjadi mudah bagi prajurit Pajang untuk mengembalikan keadaan supaya aman.

“Tuan Adipati, memang ayah Anda secara khusus menyampaikan pesan agar Anda berkenan menghadap beliau,” Ki Tumenggung Suradilaga merasakan gemuruh dalam dadanya. Ia merasa kebingungan untuk mengatakan jika sebenarnya Raden Trenggana memintanya untuk bertukar pendapat dengan Adipati Hadiwijaya.

Adipati Hadiwijaya menatap tajam Ki Tumenggung Suradilaga seolah mengerti keadaan batin utusan dari Demak itu. Lantas ia meletakkan Keris Sabuk Inten di atas pangkuannya, lalu berkata, ”Aku mengerti jika beliau memberimu tugas hanya untuk sebuah pesan sederhana seperti itu. Ki Tumenggung, sebaiknya kau abaikan apa yang kau duga akan menjadi beban pikiran dan perasaanku. Kedatanganmu kemari dengan membawa pusaka keramat ini telah menempatkanmu sebagai pengganti ayah di hadapanku.”

Kata-kata tegas Adipati Hadiwijaya mampu mendesak Ki Tumenggung Suradilaga. Dalam waktu itu, ia merasa bahwa memang harus melakukan seperti yang dikatakan pemimpin Pajang itu.

“Kanjeng Adipati, sudah barang tentu Pajang mempunyai prajurit sandi dan banyak pengamat yang berada dalam tataran yang sama dengan apa yang dimiliki oleh Demak,” Ki Suradilaga mengawali pesan Sultan Trenggana dengan baik.

“Teruskan!” perintah Adipati Hadiwijaya.

“Tuan mungkin sudah mendengar apabila Jepara mulai meningkatkan kegiatan-kegiatan di sepanjang pesisir,” sambung Ki Suradilaga.

“Iya, aku telah mendengarnya,” Adipati Hadiwijaya berkata sambil membenahi letak duduknya. Ia berujar lagi, ”Tetapi petugas sandi kami belum memperoleh keterangan yang cukup untuk dijadikan bahan pertimbangan. Meski begitu aku telah mempunyai dugaan yang mungkin saja ada hubungannya dengan kedatanganmu, Ki Tumenggung.”

“Baiklah, Kanjeng Adipati. Jepara menjadi sibuk karena permintaan Kanjeng Sultan untuk membuat persiapan-persiapan  yang diperlukan sebelum Kanjeng Sultan melakukan kunjungan ke wilayah timur,” Ki Tumenggung Suradilaga berkata dengan kepala tertunduk.

“Kunjungan? Apakah sekedar kunjungan atau ada rencana yang lain?” Adipati Hadiwijaya bergeser setapak lebih maju.

Setelah menimbang sesaat, Ki Suradilaga menjawabnya, ”Sebuah rencana lain yang akhirnya menjadi sebab kedatanganku kemari, Kanjeng Adipati. Kanjeng Raden Trenggana meminta kesediaan Anda untuk berada di Demak selama Kanjeng Sultan melakukan lawatan ke timur.”

“Apakah beliau memintaku membawa serta pasukan sehamparan tebasan parang?”

“Seperti itulah yang beliau perintahkan kepadaku untuk menyampaikan.”

“Katakan dengan jelas, apakah Raden Trenggana memberi perintah padaku untuk berada di Demak dengan pasukan?”

Ki Tumenggung Suradilaga tegas menjawab, ”Benar, Kanjeng Adipati. Dan Raden Trenggana juga meminta Pajang untuk mengirimkan tombak dan anak panah berikut pelontar batu jarak jauh.”

Adipati Hadiwijaya bangkit dari kursinya lalu berdiri membelakangi Ki Tumenggung Suradilaga. Dari bibirnya kemudian terucap, ”Apakah ada batas waktu bagi Pajang untuk membuat semua senjata itu?” Ia kemudian memutar tubuhnya.

“Tidak, Tuan. Beliau mengatakan padaku bahwa pemimpin Pajang harus berada di Demak dalam waktu satu pekan semenjak kedatanganku.”

Raut muka Adipati Hadiwijaya tidak berubah ketika mendengar kabar yang sebenarnya sangat mengejutkan dirinya. Memang sebenarnya Adipati Hadiwijaya adalah orang yang mampu menguasai setiap gejolak yang dapat merubah keadaan batinnya. Rentang waktu yang panjang telah dilaluinya diantara lembah, lereng, sungai dan bagian-bagian hutan yang hening. Berbagai lelaku telah ia jalani, banyak guru serta orang bijak yang ia temui, maka Adipati Hadiwijaya telah berkembang menjadi seseorang yang mampu mengendalikan perasaan.

“Kau dapat beristirahat di Pajang esok hari. Namun Anda mendapatkan kebebasan bila ingin kembali ke Demak setiap saat, sementara aku sendiri akan berangkat sekitar dua atau tiga hari lagi. Beberapa tugas akan aku serahkan pada para tumenggung.”

Related posts

Kabut di Tengah Malam 2

Ki Banjar Asman

Bulan Telanjang 6

Ki Banjar Asman

Panarukan 19

Ki Banjar Asman