“Saya perhatikan itu, Bibi!” Kata Bondan menanggapi pendapat bibinya.
“Bondan, pada dasarnya aku tidak ingin melihatmu pergi dalam waktu dekat ini. Tidakkah kau pahami perasaan bibi saat melihatmu pagi ini? Aku tengah menyaksikan darah daging kakakku seperti aku melihat ayahmu, Bondan. Perasaan itu memenuhi dadaku. Pikiranku tercurah padamu ketika aku melihatmu. Apalagi sekarang ini, kau sedang duduk berhadapan denganku. Dan belum usai kemenyan dibakar, kau akan meninggalkan seorang wanita tua yang merindukan kakaknya.”
“Tidak, eh bukan begitu maksud saya! Bibi, saya tidak ingin menjadikan Anda gelisah atau marah. Tetapi untuk sekali ini berilah restu. Saya ingin menuntaskan rasa ingin tahu yang masih menggelitik sampai sekarang,” Bondan berucap lirih, “Dan tubuh prajurit yang terbunuh masih membayang di dalam pikiran saya. Beri saya kelonggaran agar dapat menebus rasa bersalah ini, Bibi!”
“Aku tidak ingin melihatmu pergi saat ini, Bondan. Biarkan aku merasa gembira dan bahagia dengan melihatmu seperti kau dalam pandanganku sekarang. Tidakkah kau merasa ingin menemani kakak ayahmu ini sehari atau dua hari saja?”
“Lalu, setelah itu, apakah saya akan mendapat perkenan untuk melakukan pengejaran?”
“Pengejaran adalah pekerjaan para prajurit. Katakan sebagai penebusan, maka aku akan memberimu perkenan!”
“Baiklah, saya akan menebus kesalahan dengan membantu para prajurit.”
“Itu terdengar lebih baik!”
Pembicaraan mereka pun beralih ketika Nyi Retna menanyakan keadaan Resi Gajahyana, Bhre Pajang dan banyak hal lainnya. Mendadak Bondan merasakan keanehan ketika satu ingatan menyeruak memasuki hatinya. Sedikit lebih kencang jantungnya menggelepar, ia tidak berharap bibinya akan bertanya tentang satu keadaan yang masih dirasakan olehnya sebagai sebuah ganjalan.
“Dua hari, aku akan memberikan dharma bhakti padamu, Bibi.” Suara hati Bondan menerbitkan tekad untuk melayani dan menemani Nyi Retna sambil menunggu kabar dari Ken Banawa.
Sementara waktu itu, Sela Anggara minta diri untuk melanjutkan pekerjaan yang lain, begitu pula Gumilang yang menyusul kakaknya meninggalkan ruangan.
***
Di tempat lain, Ken Banawa mendapatkan keterangan dari petugas sandi yang melaporkan, bahwa ada seorang petugas yang melihat orang dengan ciri-ciri seperti yang dimiliki Prana Sampar. Petugastersebut mengatakan bahwa Sampar telah berada di sekitar Alas Cangkring sejak tiga hari lalu. Berbekal laporan itu, Ken Banawa dan Bondan segera melakukan perjalanan ke arah barat dengan menunggang kuda.
Keindahan alam yang dilewati mereka berdua serta kesejukan udara telah mengalihkan perhatian Bondan, meski untuk sekejap. Ken Banawa yang memahami semangat anak muda ini hanya menghela napas. Ia mengetahui bahwa di Alas Cangkring ada orang berkepandaian tinggi dan sulit dipadankan dengan orang kebanyakan. Sementara ia sendiri belum sepenuhnya mengetahui kedalaman ilmu yang dimiliki Bondan, maka Ken Banawa bergelayut resah sepanjang perjalanan. Meski begitu, Ken Banawa sudah memperhitungkan kemungkinan paling buruk. Jika dugaannya benar maka esok hari mereka akan bertemu dengan Mpu Gemana. Orang ini mendapat perhatian penuh dari Ken Banawa. Ia mampu meloloskan diri dari sergapan pasukan khusus yang dipimpin oleh Ken Banawa ketika menumpas kawanan penyamun di Selopuro.
Sementara itu, setelah menempuh perjalanan panjang, keduanya segera mendekati tepi hutan Alas Cangkring. Namun sebelum itu Ken Banawa dan Bondan harus melewati sebuah padukuhan yang tidak begitu besar.
Tanpa mereka ketahui ternyata ada sepasang mata telah mengikuti keduanya sejak keluar dari gerbang kota. Tidak sulit baginya untuk mencari keberadaan Bondan dan Ken Banawa di wilayah pedukuhan. Ia dimudahkan karena pakaian keduanya memang berbeda dari kebanyakan orang yang berlalu lalang di jalanan padukuhan. “Keterangan itu memang benar. Bondan. Selain namanya mudah diingat, ciri pakaiannya dan gerak geriknya begitu kentara. Ia memang bukan seorang prajurit atau setidaknya memang tidak pernah melakukan penyamaran,” gumam orang itu ketika melihat seorang pengawal padukuhan memberikan hormat pada Ken Banawa. “Mpu Gemana dan Prana Sampar harus segera mengetahui perkembangan ini.”
”Bondan, kita beristirahat dulu malam ini. Kita akan masuk ke hutan sebelum fajar esok hari,” kata Ken Banawa.
”Tidak, Paman. Saya akan berangkat malam ini sehingga esok pagi sudah menemukan Prana Sampar,” Bondan menolak tegas.