‘Kolkata Stone’ atau yang dikenal di Indonesia sebagai Prasasti Pucangan adalah prasasti yang diterbitkan pada masa pemerintahan Prabu Airlangga dari kerajaan Kahuripan. Petak prasasti ini berupa balok dengan puncak runcing, pada bagian dasar prasasti dihiasi alas padma. Prasasti Pucangan merupakan prasasti dwibahasa , terdiri dari dua sisi yang berbeda terukir pada satu monolit. Pada bagian I yang terdiri baris pertama hingga ke-6, ditulis dalam Bahsa Sansekerta , sedangkan pada bagian II yang terdiri dari baris ke-7 sampai ke-34 ditulis dalam bahasa Jawa Kuno.
Nama Pucangan berasal dari sebuah kata dalam prasasti ini. Itu adalah nama sebuah tempat di lereng Gunung Penanggungan yang sekarang terletak di Kabupaten Mojokerto , Jawa Timur. Prasasti ini menjelaskan beberapa peristiwa penting yang terjadi beserta silsilah dari Prabu Airlangga. Prasasti tersebut sedikit banyak menceritakan kisah hidup Prabu Airlangga, salah satu raja terbesar dalam sejarah Jawa Prasasti ini ditulis dengan huruf Kawi dan berangka tahun 1042M.
Prasasti ini ditemukan pada masa Thomas Stamford Raffles menjadi Letnan Gubernur pemerintahan kolonial Inggris di Batavia. Pada tahun 1812, Raffles menyerahkan prasasti itu kepada atasannya, Gubernur Jenderal Inggris di India, Lord Minto. Prasasti itu lalu disimpan dan menjadi bagian dari rumah keluarga Minto di Kolkata. Ketika keluarga Lord Minto pulang ke Hawick, Skotlandia, prasasti ini tidak turut dibawa, melainkan disimpan di museum di Kolkata, India. Prasasti ini dikenal dengan sebutan ‘Batu Kalkuta’, karena disimpan di Museum India ,Kolkata (Kalkuta), India dari abad ke-19 hingga saat ini.
Prabu Airlangga adalah pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah dari tahun 1019-1042M dengan gelar Abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikrama Uttunggadewa. Airlangga menikah dengan putri pamannya, Dharmawangsa Teguh di Wwatan, ibu kota Kerajaan Medang (Maospati, Magetan Jawa Timur). Saat pesta tersebut berlangsung, kota Wwatan diserbu Aji Wurawari, sekutu (vazzal) Kerajaan Sriwijaya. Peristiwa ini tercatat dalam Prasasti Pucangan, penyerangan ini terjadi sekitar tahun 938 Çaka atau 1016M.
Tuban Dulu adalah Pelabuhan Besar
Pada 1025 -1030M Kerajaan Sriwijaya yang menjadi musuh besarnya, menghadapi Invasi dan pada akhirnya berhasil ditaklukkan oleh Rajendra Coladeva dari Colamandala, India. Hal ini membuat Airlangga bersiap untuk menyatukan kembali Kerajaan Jawa. Hal itulah yang pada awalnya membuat Airlangga menyusun rencana untuk menegakkan kembali kekuasaan Dinasti Isyana di Pulau Jawa. Sejak 1025, seiring dengan melemahnya pengaruh Kerajaan Sriwijaya, Airlangga memperluas kekuasaannya. Airlangga pertama kali mengalahkan raja Hasin, kemudian pada 1030M menaklukkan raja Wisnuprbhawa Wuratan, raja Wengker, Wijayawarman, kemudian raja Panuda Lewa.
Namun awalnya tidak berjalan lancar, karena menurut prasasti Terep (1032M), Wwatan Mas kemudian berhasil direbut musuh. Airlangga, dikalahkan oleh seorang raja wanita , istana Wwatan Mas dihancurkan. Airlangga terpaksa mengungsi ke kampung Patakan Mapanji Tumanggala, dan membangun ibukota baru di Kahuripan, di tahun yang sama Aji Wurawari bisa dikalahkan bersama dengan Pu Narotama. Berdasarkan prasasti Kamalagyan (1037M), ibu kota kerajaan dipindahkan ke Kahuripan (Sidoarjo). Pada tahun 1035M, Airlangga menumpas pemberontakan Wengker, yang terlebih dahulu dialakukan Wijayawarman. Kemudian Wijayawarman melarikan diri dari kota tersebut namun ditangkap dan dibunuh oleh rakyatnya sendiri.
Prasasti Pucangan juga menjelaskan garis keturunan Prabu Airlangga sebagai penguasa sah Tanah Jawa, penerus Raja Dharmawangsa Teguh dari dinasti Isyana. Airlangga lahir pada tahun 1000M. Ayahnya bernama Udayana raja Kerajaan Bedahulu, Wangsa Warmadewa (Sailendra), sedangkan ibunya bernama Mahendradatta dari Kerajaan Medang, Wangsa Isyana. Ia kemudian memerintahkan Pu Kanwa untuk menulis Kakawin Arjunawiwaha yang menggambarkan keberhasilannya dalam berbagai pertempuran. Di akhir masa pemerintahannya, kerajaan Kahuripan terpecah menjadi dua, yakni Kediri (Panjalu) dan Jenggala, untuk kedua putranya, Samarawijaya dan Mapanji Grasakan.
Alih aksara :
Bagian I :
//svasti ! tribhir api guṇair upeto nŗņāvvidhāne sthitau tathā pralaye aguņa iti yaḥ prasiddhas tasmai dhātre namassatatam;
//agaṇivikramaguruņā praņamaya mānassurādhipena sadā api yas trivikramaitiprathito loke namastasmai;
//yas sthāṇur apy atitara apy avepsitārthaprado guṇair jagatām kalpadrumam atanum adhaḥ karoti tasmai śivāya namaḥ;
//kīrtyā khaṇḍita yā dhiyā karuṇ[ā]yā yas strīparatva[m] dadhac ca āp[a] karșaṇataś ca yaḥ praṇihitantībraṅkalaṅkaṅkare yaś ca asac carite parāṅmukhat[ā]ya śūro rathe bhīrutām svaja[i]rdoșān bhajate guṇais sa jayātadeirlaṅganāmānṛpaḥ;
//āsīn nirjitabhūribūdharagaṇo bhūpālacūḍāmaṇiḥ prakhyāto bhuvanatraye pi mahatā śauryyeṇa siṃhopamaḥ yeno rvīsucira[m]dhṛtāmitaphalālakṣmīś cano gatvarī sa śrī kīrt[ī] valānvito yavapatiś śrīśānatuṅgāh vayaḥ;
//tasya atmajā akaluşamanāsavāsaramyā hamsī yathā sugatapakşa sadābhavad dhā rājahaṃsamud[ā]m eva vivarddhayantī śrī iśanātungavijayeti rarāja rājñī;
Bagian II :
//gaḥ tasmātpradurabhūtprabhāvavi bhūbhūṣaṇodbhūtaye bhāva nodyatadhiyā vayan tibhiḥ riścāpratimaprabhābhirabhayobhās vānivābhyudyataśśatrūṇāmibhakumbhakumbha;
//dalaneputraḥprabhurbhūbhujām śrīmakuṭavaṅ itipratī tonṛṇāmanu pamendraḥśrīśānavaṅśatapanastatāpaśu ram pratāpena tasyādhipa syaduhitātimanojñarūpāmūrtevarā;
//jaguṇatoyavarājalak repisubhagenababhūvapitrānāmnākṛtākhaluguṇapr iyadharmmapatnī viśiṣṭaviśuddhajanmārājānvayādudayaṇaḥpra thitātprajātaḥtāṃśrī;
//matīvvidhivadevamahendradattā-
vvyaktāhvayonṛpasutāmupayacchatesma śreṣṭhaḥprajāsusakalāsukalābhirāmorāmoya svaguṇairgarīyānsam bhāvitonnatagatirma;
//hasāmunīndrairerlańgadeva-
itidivyasutastatobhūt śrīdharmmavamśaiti pūrvayavādhipenasambandhināguṇagaṇaśra ṇotsukenāhūyasādaramasa nsvasutāvivāhandrākpurvatā;
//prathitakīrttirabhūnmahātmā athabhasmasādabhavadāśutatpuram puruhūtarāṣṭrami va madya taṃ talinā khalukiṅkarairvinā vanānyagāt śākendreśaśa nā;
//daneyātemahāvatsarem-
āghemāsisitatrayodaśatithauvāreśaśinyutsukaiḥ āgatyapraṇatairjanairdvijavaraissā śśrīlokeśvaranīralańganṛpatiḥ;
//āntāṅkṣitimsamrājyadīkṣita-
mimannṛpatinniśam yaśaktyājitārinikaranniva ripūṇāmadyāpitadbhujabhu latvamabhūtapūrvvam;
//bhūyāṃsoyavabhūbhujobubhujire vina marthyānnṛpajan…ju…narendrā sanekintuśrījalalaṅgadevanṛpatirvamśyo dhirājā graṇirbho … sabhu ti kevalamarindvan m..manbhūtale bhūbhṛnmastaka… pādayugalassimhāsanesaṃsthitomantrālocanatatparairaharahassambhāṣito manṭribhiḥbhāsvadbhirlalanānvi;
//..aiḥparītobhṛśamj.i..yaparājayediva…yavaccitrīyatesantatam putrānmāmativatsalopi…tyaktvāmadīyaḥpatissvargastrīgamane;
//…ājñāvidheyastavakhyātastvambhuvanedayāluhṛdayastenyāpravṛttiḥ..rā jankvakṛpetyarervanitayārājāṃpyu yā…bhyāte ka… nm…mukṣupa;
//…varasya…pya…penakṛtassa …bhuvanatraya syama…kiṃ..nacikīrṣayāksa… yutesterasaḥki…krīḍārasalip…yā…ḥ..kari…dra;
// danta ja…mā… …ro…te… dharmovaśyeṣu…sārthesaṃhṛtya ha….ta..lokapālāne;
// kobahumpra…riyatesmadhātrā āsīnnṛpo..mṛ…prala..va iti tasyasnutomahātmā… …candrabhūtavadane..;
//javarṣ….śī…..lgu…tanyaścakāścidadhamā[ḥ] pānudā… ….na …. …ddaśānanaiva…ya… kayama..;
//.na…ndro…ramyacaritonya…ttamāśutataścatadanantarannṛpasutañjigīṣurgataṃ stadālayamaśeṣamevasahasābhyadhā…nṛpaḥpunaḥpunarathāgnibhū;
//tavadaneśakābdegate… narapatistadīyanagarāṇyadandahyataabhavadapibhuvistrīrākṣasī…gravīryyāvyapagatabhayamasyā…mayāsī;
//tjalanidhiśararandhreśākasa… nṛpatirabhinade…takīrttiḥ jvalanaivanagendrolelihānodahattāndiśamadhikamanāyyāndakṣiṇānda;
//kṣiṇatvātdhanamatibahu… kīrttimevāharatsaḥmānitvādaśailabhūtalapaneśākendravarsegate caitre;
//māsisitatrayodaśatithovā… ragaṇitairgatvādiśampaścimāṃrājānavvijayāhvayaṃ… jagatpūjitaḥ …;
//śararandhreśākavarṣeṣṭamā… nijabanigṛhītovaiṣṇuguptairupāyais sapadivijayavarmāpārthivodyāmaga;
//cchatmu…śaravivarākhye…pañcadaśyām ripuśirasimahāt māśrīyavadvīparājojayatinihitapā;
//doratnasiṃhāsanasthaḥ pū…nerjalalaṅgadevam nānyannirīkṣitumalaṃsubhujopapīḍaṅgāḍhampariṣvajatisa;
//…rājalakṣmīḥ nirjityāthari…tayākaṇubra titayāvādeva tārādhanairantuñjātamahā…ssa;
//kurutepuṇyāśramaṃśrimataḥpārśvepūga… śrṇvantorājakīyāśramamasamamiman nandanodyānadeśyaṅgaccha:
//ntas…ntatantepyahamahamikayāvismayālo… āsstutimukharamukhāmukhyametannṛpāṇāmmānīnammanya…manumivamahasā;
//…nanīyavvruvanti sādhūnāmpathi… rmantriṇāmbhū….dbhūtahiteṣiṇomunijanāitthanameprārthanāyasmiñjīvatirājñi…;
//….tibhuvandharmenasiddhyantitetasmācchrījalalaṅgadevanṛpatirdīrgha ṃsajīvyāditi.
Terjemahan Bagian I Menurut Witasari (2009) :
// Selamat! Hormat selalu baginya, yang diberkati dengan ketiga guna ketika takdir [milik] para manusia telah ditetapkan, hingga ketika kehancuran telah diatur, demikian bagi Pencipta [Brahma] tidak memiliki guṇa;
// Hormat baginya, demikianlah triwikrama [tiga langkah, Wisnu] yang dikenal di dunia oleh langkah [nya] yang besar tanpa perhitungan, juga selalu hormat oleh pikiran raja para dewa [Indra];
//Hormat bagi Śiwa, ia adalah sthanu yang melebihi pohon pengharapan yang besar milik dunia, juga menurunkan anugerah kesejahteraan yang sangat didambakan dengan segala guṇa;
//Memanglah dia raja yang bernama Airlanga, seorang pahlawan yang telah menghancurkan di atas kereta perang dengan kemasyhuran ketika berperang. Dia telah menempatkan keunggulan wanita dengan pemahaman belas kasih, ketika memimpin ia berpaling membelakangi keburukan dan bersungguh-sungguh menghapus noda buruk di tangan, dia diberkati dengan segala guṇa karena rasa takut oleh dosa-dosanya sendiri;
//Adalah ia, bagaikan puncak perhiasan milik pelindung dunia yang sangat terkenal di tiga dunia, menaklukan pasukan yang berlimpah bagaikan gunung, kejayaan oleh tindakan kepahlawanan yang seperti singa. Sejak dahulu kala berbagai macam kesejahteraan berupa hadiah yang tak terhitung telah dimiliki bumi menuju pada kesenangan, dialah Śrī Īśānatuṅga, paduka yang mulia yang memiliki kembali kemasyhuran raja Jawa;
//Anak perempuannya pengikut Buddha, ibarat angsa betina yang berada pada telaga Manasa yang suci sebuah tempat kediaman yang disenangi, yang selalu memberikan keharuman pada raja yang bagaikan angsa (jantan). Demikianlah, menjadi makmurlah ratu Śrī Īśānatuṅgawijaya, dia memerintah sebagai ratu.
Terjemahan Bagian II menurut Kern (1917) :
//Dia, raja Sri Lokapala [adalah] manusia [yang bagaikan] pemimpin naga, kesucian dan kebajikan di dalam jiwanya bagaikan lautan susu Mandakni yang dikenal seperti dirinya dan dia telah membuat kepimimpinan bersama istri menuju pada kesenangan;
// Darinya, tampil anak laki-laki unggul yang menjadi perhiasan besar yang berkilau. Memerintah bumi untuk kesejahteraan mahkluk hidup. Muncul pada pikiran-pikirannya yang telah disiapkan dengan segala kemampuan yang tak dapat dibandingkan, menghasilkan kehidupan. Dan bagaikan matahari dengan kemilaunya, keluar dengan angka tenang ketika melawan gajah para musuhnya ibarat periuk-periuk yang di hancurkan tanpa takut;
//Sri Makutawansawarddhana, demikianlah pemimpin para manusia yang tak dapat dibandingkan, yang dikenal bagai matahari dinasti Isana yang membakar dengan kilauannya yang indah;
//Anak perempuan raja itu, yang parasnya sangat cantik sebagai mana adanya, kemudian dibuatkanlah oleh ayah dengan nama yang sesuai dengan kebajikan yang sangat indah, juga sebagai tanda kemenangan raja di luar pulau Jawa [dengan nama] Gunapriyadharmmapatni;
//Dahulu kala, lahirlah seorang anak dari keturunan diunggulkan juga dimurnikan, itulah seorang raja yang dikenal [dengan nama] Udayana. Mahendratta, paduka yang mulia yang memerintah seorang putri [dari] keturunan yang telah disucikan kemudian dia telah pergi menuju padanya [Udayana];
// Airlanggadewa, anak laki-laki yang unggul di seluruh mahkluk, memiliki seluruh bagian bukan sebagian kecil kebaikan dari pada Rama yang mempesona dari Dasaratha, keberhasilan yang lebih pantas dihormati bersama-sama dengan kebesaran para pertapa;
//Sri Dharmawangsa, setelah memanggil dengan hormat yang ingin sekali [mendengar] segala macam sifat baik dia kemudian secara langsung disertai oleh acara pernikahan anak perempuan mereka dengan dia, saudara sepupu raja Jawa sebelumnya, terkenalah keberadaan jiwa yang besar dimana-mana;
//Kemudian kota yang berkilau seperti kerajaan Indra yang menyenangkan itu dengan cepat telah musnah dimakan api diselimuti oleh kepala pembunuhan yang paling hina, kemudian dia [raja Airlangga] bersama-sama dengan Narottama tanpa dengan para abdi pergi kehutan-hutan;
//Pada tahun saka 941, tahun yang agung telah berlalu paro terang bulan Mangha tanggal tiga belas , menghadaplah para abdi dan para Brahmana dengan serta tundukan hormat menuju ke Sri Paduka raja Lokeswara Niralangga meminta [pada] nya untuk melindungi perbatasan-perbatasan tempat kediaman , yang didapatkan kembali;
//Setelah mentasbihkan dirinya, dia menentramkan kerajaan ini. Raja dengan kemampuan telah menahklukkan sekawanan musuh di jari-jari roda [kereta perang]. Meskipun hari ini ia ibarat melewati permukaan [milik] gulungan ular yang tak dapat dihitung, dia kembali pulang dan tidak berubah dari sebelumnya;
//Dia memerintah bumi jawa, semua mahkluk menimati bumi tanpa musuh, keturunan raja berkecukupan, mereka menikmati hasil [bumi], ah, meskipun begitu, Sri Paduka Jalalangdewa yang merupakan [keturunan], leluhur tertinggi yang terkemuka duduk di singgasana raja, dia merayakan hingga malam tapi, perselisihan para musuh selalu menjelajahi di permukaan bumi [perselisihan akan selalu menanti dimana-mana];
//Raja memiliki pahatan tengkorak dan sepasang kaki di singgasana yang abadi, hari demi hari duduk dengan para mentri membicarakan pertimbangan yang mendalam yang memperjelas segala tujuan utamanya, diikuti oleh wanita yang berseri-seri [wajahnya] berkemah dengan para pahlawan, mereka menjadi kagum seperti ketika menahklukkan kepandaian yang sangat banyak yang telah dikuasai olehnya tak dapat disanggah untuk menang;
//Suamiku sangat mencintai anak-anak dan saya, meninggal ketika berhubungan akan menjalankan perintah yang harus dilakukan kecuali dengan kemenangan, engkau yang dikenal di dunia memiliki rasa iba pada pengikut lainnya, mengapa tidak melindungi [?] Untuk apa wahai raja [?] Dimanakah rasa belas kasih [?] Demikian istri seorang musuh, di pertemukan dengan raja;
//Dahulu kala adalah ia, seorang yang berharap untuk lepas yang menyerupai penyucian memuji kemurahan hati seseorang dari pintu masuk surge Indra seperti yang telah dipersiapkan olehnya mantra-mantra untuk raja yang datang dari seorang murid;
//Siapa yang memiliki kemurahan ketiga dunia? Mengapa tidak menyusun warisan berbagai penjelmaan yaksa yang agung? Mengapa bergantung oleh perasaan nafsu yang menggebu, wahai budak nafsu? Dan siapapun yang telah dibuatkan gading gajah Indra yang terkenal dia yang dihormati pada siang dan malam;
// …mengenai cara-cara berucap dewa Indra, di perilaku kekuatan hukum dewa Yama, dia yang membagikan warisan [Kuvera] kesejahteraan di kelompok peminta. Marilah bersama-sama memegang [menanti]… demikianlah, dari sekian banyak para pelindung dunia hanya satu yang telah dipilih lebih dekat oleh Pencipta [Brahma];
//Dahulu kala adalah ia, kehanuran seorang raja [Bernama] Wisnuprabhawa kemudian berturut-turut anak laki-lakinya yang berjiwa besar…dariku, ketika tahun raja Saka 951 tanggal 11…bulan Phalguna;
//Seseorang raja lainnya yang buruk sifatnya bernama raja panuda bebas menghancurkan seperti Rahwana dia pergi menyebabkan derita ketika tahun Raja Saka 952, pergi dengan nafsu yang disenangi ke….. yang dikalahkan dengan cepat;
//Kemudian setelah itu anak raja itu yang berhasrat ingin menahklukkan telah mendapatkan kehancuran, pergi tak bersisa, kemudian serangan raja berulang-ulang menuju ke penguasa ketika tahun saka 953 musim hujan yang telah berlalu raja tanpa kekuatan miter keliling kota-kotanya dengan tenang;
//Dahulu kala adalah ia seorang penjahat wanita seperti raksasa yang penuh dengan hak yang berbahaya tanpa kekuatan, dengan pedang kekuatan telah pergi jauh ketika tahun saka 954 raja menuju ke raungan tanda kemenangan untuk merayakan kemasyuran itu;
//Bagai raja yang menjilat [dengan] kobaran api, terbakar dari penjuru dari selatan ke selatan, ketika abdi [pelayan], memimpin kaum pendeta dan pertapa mendapatkan hadiah yang berlimpah, kemudian ia membungkukkan jiwa setelah dibawa pada kemashyuran;
//Berada di puncak kegemilangan, kemudian pada tahun raja saka 957 yang telah berlalu paro terang bulan Caitra tangga 13 Titthi hari rabu yang suci dengan tentara kuat yan tidak terhitung bersiap keluar pada raja Wijaya yang berada di arah sebelah barat, raja kami yang dihormati dunia ikut menaklukkan bersama-sama;
//Kemudian pada tahun raja saka 959 hari tanggal 8 hari kamis paro terang bulan kartika para prajurit telah mengambil tipu daya itu [dari] kitap wisnugupta, pengerahan tenaga dari masyarakat sendiri secara langsung, kemudian dia, Wijayawarma runtuh;
//Ketika tahun raja saka 959 pada bulan yang belum terselesaikan hari kamis pada tanggal 15 bulan kartika , Dia raja pulau jawa yang hebat kini menang, duduk di atas singgasana permata menyandarkan kakinya diatas kepala musuh;
// Raja Jalalangdewa adalah pemimpin penahkluk bagian timur pada awalnya, kemudian menaklukkan semua musuh di semua arah dengan berbagai perlindungan dibawah payung tunggal. Saat ini adalah kemenangan raja, ia didekap oleh lengan-lengan yang indah, yang disembunyikan dan tidak akan terlihat;
//Kemudian penakluk-penakluk musuh-musuh dengan tindakan kepahlawanan yang berani dengan tipu daya juga keberanian yang pastinya tak dapat dihentikan, dengan ketaatan janji yang sungguh-sungguh sebagai mana adanya ….dewa telah menjadi kebaikan raja yang agung ia membuat pertapaan suci yang indah di lereng dari pegunungan Paguwat. Sri Paduka Niralanga panjang usia;
//Dengarlah kalian pertapaan bangsawan ini yang merupakan taman yang sangat indah lagi menyenangkan yang kini telah ada. Mereka pergi melanjutkan bersama-sama juga saling mendahului banyak mata terpana melihat karangan bunga sebagai awal kegembiraan para pembuat, bermulalah gemerincing nyanyian doa mereka panjatkan, pemimpin ini menunukkan rasa hormatnya dengan keagungannya yang patut dihargai sebagai Manu diantara raja-raja yang penuh kehinaan;
// Warga berdoa, ‘Berjalanlah ia di jalan kebaikan menteri kembali pada aturan hukum, pendeta mempunyai kepedulian yang baik’. Demikian ditundukkan permohonan, ia hidup di kerajaan dengan senyuman, ia melindungi, ia memimpin kemudian meletakkan lawannya di sisi hukum demikian, semoga ia, Sri paduka raja Jalalangdewa semoga panjang usia.