“Gunakan senjatamu, Pak Tua! Agar aku dapat mengakhiri hidupmu dengan wajah tegak,” desis Ki Srengganan.
“Aku akan menangkapmu. Hidup-hidup!” Ra Pawagal meluncur cepat dengan diiringi gelegar suara yang mampu menembus rongga jantung lawan. Ia tidak ingin kata-kata Ki Srengganan terdengar oleh prajurit yang mulai berdatangan mengepung tempat itu. Menurut Ra Pawagal, semakin banyak yang dikatakan oleh Ki Srengganan itu sama artinya dengan mencoreng nama baiknya sendiri. “Sekalipun engkau adalah pemberontak, tetapi ada kebaikan yang dapat dikenang oleh para prajurit,” kata Ra Pawagal dalam hatinya.
Ki Srengganan menyambut serangan lawannya dengan kekuatan yang menggetarkan. Saat itu Ra Pawagal harus menarik keris dengan cepat karena tombak Ki Srengganan yang berputar dalam genggamnya tiba-tiba meluncur deras seolah dilemparkan. Terdengar suara nyaring ketika keris bertemu ujung tombak dan percikan api segera berhamburan. Sekejap kemudian tampak sinar putih bergulung-gulung ketika Ki Srengganan mengalirkan serangan dengan sabetan yang ganas sekaligus menutup tubuhnya dari tusukan-tusukan Ra Pawagal yang berkelebat seperti kilat menyambar.
Pada sisi lain, Gajah Mada melihat musuhnya telah bersiap dan tubuhnya segera melejit ke depan mendahului pembantu Ki Srengganan yang akan menerjangnya. Agaknya lawan Gajah Mada adalah orang yang mempunyai pengalaman cukup sehingga ia menggeser setapak ke samping, menyambut Gajah Mada dengan sabetan ujung tombak pendeknya, menyambar leher perwira muda Majapahit itu. Kelebat tombak itu sangat cepat dan mengeluarkan suara berdesing nyaring. Namun Gajah Mada cepat mengelak dengan membungkukkan tubuh, lalu tiba-tiba kakinya menyambar pusar lawan.
Seruan tertahan keluar dari mulut pembantu Ki Srengganan, ia melempar tubuh ke belakang dan bergulingan. Belum tegak ia berdiri, tubuhnya kembali melesat menerjang dengan tusukan-tusukan yang kuat dan cepat, Gajah Mada harus berloncatan mengelak dan menghindar serangan lawannya. Meskipun Gajah Mada bertempur dengan tangan kosong, tetapi ia dapat mengimbangi, keduanya bertarung amat seru. Ujung senjata pembantu Ki Srengganan belum mampu menyentuh ujung pakaian Gajah Mada yang melesat berloncatan begitu cepat mendahului setiap gerakan lawannya.
Lambat laun Gajah Mada mulai dapat mengukur kemampuan lawannya, kini tubuh Gajah Mada semakin cepat bergerak dan kibasan tangan kakinya semakin kuat hingga mengeluarkan suara menderu. Pada saat Gajah Mada surut selangkah ke belakang, lawannya terpancing dengan gerakan Gajah Mada. Ia melayang, menyambar ke depan, menusuk leher Gajah Mada.
Tiba-tiba Gajah Mada memiringkan tubuh, lalu memutar badannya mengikuti arah terjangan tombak yang melayang di atas dadanya. Sangat cepat sekali kakinya bergeser, dan ia menjulurkan tangan, memukul lengan yang memegang ujung tumpul tombak. Pembantu Ki Srengganan ini dapat mengatasinya. Tetapi gerak musuhnya yang sangat cepat itu segera saja menempatkan wajahnya berada di bawah perut pembantu Ki Srengganan yang melintas di atasnya.
Satu pukulan tangan kiri Gajah Mada menghunjam perut bagian bawah, lalu terdengar seruan tertahan bersamaan dengan tubuh pembantu Ki Srengganan terpental roboh.
“Jangan bunuh jika masih hidup!” perintah Gajah Mada pada prajurit yang akan memeriksa tubuh yang tergeletak lemas.
“Ia masih hidup,” kata seorang prajurit. Lalu ia menyingkirkan senjata, dan seperti yang dikatakan Gajah Mada sebelumnya, maka pembantu Ki Srengganan segera dibawa ke sebuah ruangan yang kemudian menjadi tempat untuk mengurungnya.